Home Kajian Utama Semeru Tak Butuh Baliho
Semeru Tak Butuh Baliho

Semeru Tak Butuh Baliho

by Mas Imam

Keriuhan kembali terjadi, kali ini di lokasi yang seharusnya kita semua bertafakkur bahwa dunia alias kehidupan yang ada bisa seketika menjadi tidak ada. Semeru telah mengubur beberapa lokasi pemukiman penduduk. Jadi, mereka yang selamat butuh semangat dan bantuan bukan baliho.

Tetapi ada kaidah yang mengatakan bahwa “manusia tidak mungkin melakukan sesuatu di luar pikirannya.”

Jadi, kenapa baliho bisa dipasang di daerah yang berduka, memang karena keinginan diri begitu kuat untuk menjadi kesadaran orang lain, sehingga gagal memahami konteks, situasi dan kondisi masyarakat yang ada.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo mengatakan pemasangan baliho dan spanduk bisa jadi sebagai upaya mencitrakan kehadiran Ketua DPR itu di tengah masyarakat, sebagaimana dikutip oleh Tempo.

Baca Juga: Sapuan Semeru Duka Semua

“Secara visual spanduk dan baliho ini cenderung membangun political memory di masyarakat. Sehingga saat publik melihat gambar tersebut berulang-ulang, maka akan timbul preferensi pemilih yang sifatnya dogmatif,” katanya.

Kepatutan

Dalam pandangan normal, baliho di tengah duka masyarakat adalah hal yang tak patut diutamakan, apalagi kalau nuansanya politik, pencitraan dan hal lain yang sifatnya mengeruk kepentingan pribadi.

Akan tetapi, bagi orang yang hidupnya memang politik, segala hal cenderung dipandang harus diarahkan pada kepentingan politik. Di sini kepekaan menjadi pertarungan batin. Dan, kala kepekaan tunduk atas kehendak politik, maka kepatutan ditabrak.

Di antara arti kata patut ialah baik, layak, pantas senonoh. Jadi, fakta yang kini menjadi bahasan publik itu telah menjadi tidak patut, dikarenakan ia mendorong sebuah kehendak di ruang publik, dimana masyarakatnya sedang berduka amat mendalam.

Pelajaran

Fakta itu menunjukkan sebuah pelajaran penting yang selama ini ditekankan di dalam Islam, yakni niat.

Dalam hal memberi, Islam mendorong agar jiwa ini memberi ikhlas karena Allah.

Baca Lagi: Mendengar Namun Mengubah Kebenaran

Dari Umar bin Khathab ra, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya setiap amal disertai niat, dan seseorang itu hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya.'” (HR Bukhari).

Jadi, niat di sini menjadi utama dan tidak satu pun yang tahu niat seseorang kecuali diri dan Allah Ta’ala semata.

Tetapi dari fakta ini, kita terus diberikan kesempatan untuk belajar dan bijaksana, bahwa di dalam kehidupan ini, tidak bisa kita memaksakan kehendak atas apa yang ada di dalam realitas.

Ruang-ruang kepedulian harus diisi dengan niat dan ketulusan yang mendalam. Berempati dengan tidak “mengeksploitasi.” Berbagi dengan tanpa memikirkan “keuntungan” diri.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment