Home Opini Santai Saja Bahas Politik
Santai Saja Bahas Politik

Santai Saja Bahas Politik

by Imam Nawawi

Politik Indonesia belakangan tampak tak begitu “menarik.” Cenderung orang santai saja bahas politik.

Ada dua sebab menurut saya mengapa hal itu terjadi.

Pertama adalah fenomena oposisi yang jadi koalisi pada era kedua rezim Jokowi.

Memberikan satu sinyal tidak langsung bahwa sebenarnya “pertarungan” dalam politik sudah tidak lagi menarik bagi elit politik.

Baca Lagi: Islamophobia Bukan Masalah Biasa PBB Nilai Seperti Ini

Boleh jadi aspek oportunity menjadi pendorong kuat akan hal itu.

Terlepas dari apapun alasan dan argumen sesungguhnya (pada masing-masing pemimpin partai) penampakan yang sebagian orang tangkap tidak lebih dari itu.

Kedua, pertarungan politik dalam arti gerbong besar yang bertarung dalam pilpres mulai publik tangkap benar-benar sebagai sebuah “sandiwara.”

Nah, boleh jadi ini yang akan menjadikan publik pada 2024 bukan sekedar rasional dalam memilih kandidat presiden, tetapi jauh lebih substantif lagi, perihal siapa sosok yang tulus, jujur dan memang memiliki jejak rekam serius membela kepentingan rakyat.

Alarm Bagi Demokrasi

Dalam kata yang lain, publik tidak mau ribet baca berita soal Partai A koalisi dengan Partai B.

Mungkin masih ada yang mau diskusi, tapi tampaknya itu bukan lagi kebanyakan dari kalangan muda.

Seperti cara partai politik bermanuver, semua menggunakan gaya lama dan tidak memiliki daya tarik kuat bagi kalangan muda pada umumnya.

Jika cara kerja Partai Politik hanya sibuk siaran, kesana kemari foto akan koalisi dan lain sebagainya, namun gagal menghadirkan satu sikpa yang sejujurnya (berbanding terbalik dengan rekam jejak partai selama ini) maka publik sudah mengerti sikap seperti apa yang harus mereka siapkan.

Dan, kalau itu terus terjadi, maka perilaku partai politik akan mendegradasi kualitas demokrasi di Indonesia.

Bola tentang hal ini sekarang ada pada partai politik, apakah mau berubah dalam gaya dan sikap berpolitik dengan lebih aspiratif kepada kebutuhan rakyat. Atau masih mau pakai gaya gimmick, yang sekarang rakyat mulai memahami apa dasar dari itu semua.

Cermin 2019

Uraian ini mungkin tak banyak menampilkan data. Tetapi secara rasa dan kecenderungan, tampaknya begini kira-kira yang publik rasakan sekarang.

Terlebih pada masa jelang Pemilu 2019 orang yang berusia 30 tahun ke bawah ternyata menghindari pecakapan tentang politik dengan keluarga dan teman.

Alasannya jelas, bicara politik bisa memantik perselisihan. Dan, politik setelah itu, membuat narasi pembelahan dalam ruang jagat maya, antara kampret dan cebong. Sebuah realitas yang harus kita akui, “memalukan.”

Itu berarti, sekarang akan lebih lagi kondisinya. Sangat mungkin orang akan malas bahas politik. Karena akan memicu perdebatan, pencitraan yang kehilangan etika dan berpolitik dengan gaya lama yang tanpa adab dan tanggungjawab.

Baca Lagi: Melek Politik

Fenomena ini harus elit partai tangkap. Ingat bahwa “jurus andalan” sepanjang jelang Pemilu sebelum 2024″ telah publik baca dan sadari sebagai gaya yang kuno dan merugikan.

Pada 2024 rakyat akan semakin siap melihat dan tentu saja menentukan pilihan sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka yang disadari atau tidak semakin “cerdas” dalam memahami partai politik.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment