Home Kisah Salah Arah di Tengah Keriuhan
Salah Arah di Tengah Keriuhan

Salah Arah di Tengah Keriuhan

by Imam Nawawi

Beberapa hari lalu, senior mengirim sebuah file kepada saya. “Salah kirim aku,” ungkapnya sembari tertawa kecil, beberapa saat ketika kuhubungi via telepon. Dalam hati saya berkata, sekarang memang banyak orang salah arah di tengah keriuhan.

Namun, dalam hal ini saya tidak mengajak sahabat memberi nilai apalagi stigma kepada seniorku. Sebab ia memang tidak bersalah apa-apa, murni salah kirim. Dan, yang dikirim pun bermanfaat bagiku.

“Bisa kah menulis khutbah Jum’at, karena yang terjadwal sepertinya sibuk betul,” sambung seniorku di seberang sana dengan dialek bahasa Balikpapan yang kental.

Baca Juga: Kenali dan Hukum Moral Politisi Jago Gimik

Guruku, Ustadz Hamzah Akbar, ketika aku santri, mengatakan bahwa jangan pernah menolak amanah. Tapi jangan juga meminta, apalagi menargetkannya.

Spontan saya jawab, “Bismillah, Ustadz.” Perbincangan lewat telepon itu pun beliau sudahi.

Salah Arah

Lalu apa yang saya maksud salah arah?

Salah arah dalam hal ini adalah hasil pembacaanku terhadap beberapa berita yang belakangan ramai sekali soal transaksi keuangan yang janggal yang terjadi pada dua instansi penting negara, Pajak dan Bea Cukai.

Semakin kuat kala itu saya korelasikan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran (Lihat Quran Al-Baqarah ayat 185).

Alquran itu adalah petunjuk, penjelas dan pembeda.

Artinya, orang yang hidup dan ia tidak mau membaca, membaca, dan membaca Alquran, sudah pasti ia kehilangan petunjuk, nir penjelas dan tentu saja jadi manusia yang tidak berbeda (dengan hewan terutama).

Jadi, mudah sekali memahami sikap dan perilaku orang yang mengisi kehidupan dunia ini dengan cara berpikir raja rimba.

Namun, kalau kita telusuri lebih dalam, sebenarnya mental raja rimba itu juga ada pada diri orang-orang yang memahami Alquran sebatas kenikmatan spiritual pribadi.

Ia tekun ibadah namun tak punya hati kepada sesama. Ia merasa ibadahnya itu sudah cukup mengantarkan dirinya ke surga.

Perilakunya pun acuh. Yang ia tahu, ia sudah ibadah, ia akan masuk surga. Soal menghargai, menghormati orang lain, itu tidak penting.

Sepertinya orang seperti itu tidak mendapatkan pembeda dari Alquran. Kalau ia sarjana, kata Dr Adian Husaini, ya, sarjana kelas kambing. Tahunya adalah dirinya senang, cukup sampai di situ.

Kian Menantang

Sekarang situasinya semakin tidak mudah, karena ada begitu banyak gelombang informasi datang silih berganti.

Persepsi orang bisa tiba-tiba berubah karena arus informasi. Bahkan boleh jadi orang menjadi rugi karena salah memahami informasi.

Baca Lagi: Istirahat Main Smartphone

Nah, inilah yang saya maksud agar kita hati-hati, jangan sampai salah arah di tengah keriuhan, keriuhan informasi dan pertengkaran orang-orang yang sukanya sensasi.

Kalau mau pakai syariat akademik, maka sudah saatnya anak muda Islam, membaca informasi, kemudian masuk ruang analisa, validasi dengan Alquran dan Sunnah, baru memberikan respon.

Jika belum mampu bersikap seperti itu, sebaiknya menahan diri, jangan mudah untuk terprovokasi apalagi sampai merugi.

Pesan Nabi SAW jelas, “Berkatalah yang baik atau diam.”*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment