Sadar secara bahasa artinya tahu dan mengerti. Kita mungkin mudah menemukan orang yang sadar dalam arti intelektual. Itu ahli ekonomi, itu ahli matematika, itu ahli sosiologi. Tetapi bagaimana dengan diri sendiri, apakah benar-benar telah sadar tentang kehidupan ini.
Suatu hari Rasulullah SAW menerangkan tentang orang yang benar-benar bisa merasakan lezatnya iman. Salah satunya adalah orang yang mau mensucikan dirinya.
Seseorang lalu bertanya, “Apakah mensucikan diri (tazkiyatun naufus) itu?”
Beliau SAW menjawab, “Ia mengetahui (meyakini), bahwa Allah selalu bersamanya dimanapun ia berada.” (HR. Thabrani).
Baca Juga: Siapa Allah Itu?
Jadi, sadar kalau kita korelasikan dengan bagaimana hidup dengan kelezatan iman, maka itu adalah soal usaha tiada henti untuk mensucikan jiwa. Selalu insaf bahwa Allah tak pernah lalai memantau kehidupan seseorang, siapapun itu dan dimanapun berada.
Misi Dakwah
Kalau kita perhatikan sejatinya Islam hadir dengan membawa misi: mensucikan kehidupan umat manusia.
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah…” (QS. Al-Jumu’ah: 2).
Alquran juga merekam perkataan Nabi Musa kepada Fir’aun dalam misi dakwahnya.
“Adakah keinginan dalam dirimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan). Dan kamu akan ku pimpin ke jalan Rabbmu, agar supaya kamu takut kepada-Nya?” (QS. An-Nazi’at: 18-19).
Jadi misi dakwah itu memang “dialog” tentang jiwa. Hanya saja pendekatan bisa menggunakan berbagai metode. Mulai dari pendekatan psikologi, saintis hingga logika bahkan filsafat.
Dalam hal itu, pada sisi mana kekuatan yang kita miliki, maka berdakwahlah dengan yang paling mampu kita wujudkan.
Seorang Zakir Naik, ia menggunakan pendekatan logika, literatur dan debat sebagai metode dakwahnya. Ustadz Abdul Somad menggunakan pendekatan kultural, bahasa sederhana, dan menyoroti soal-soal kontemporer dengan penguatan dalil atau fakta sejarah yang kokoh.
Akan tetapi apapun pendekatannya, misi dakwah yang paling mendasar adalah menyentuh kesadaran (jiwa) agar ingat dan mau untuk menikmati indahnya nilai-nilai Islam.
Dalam konteks ini dakwah membutuhkan kesungguhan. Oleh karena itu misi dakwah yang sjeati adalah bagaimana bisa mencerahkan, mencerdaskan, menyadarkan dan menggerakkan jiwa manusia.
Anti Gelisah
Psikiater Gabriela Bezerra de Menezes dari Universitas Federal Rio de Janeiro mengatakan bahwa gelisah adalah perasaan tidak nyaman dalam diri.
Baca Lagi: Bacalah dan Temukan Solusi
Persaan itu menjalar ke seluruh tubuh, menimbulkan rasa khawatir, tidak menyenangkan dan menimbulkan keteganan dalam jiwa.
Saat orang mengalami gelisah seperti itu maka pilihan umumnya adalah menjadi pemalas. Bolos sekolah, tidak hadir kuliah, bahkan memilih tidak bekerja. Lebih jauh mereka kehilangan optimisme.
Dan, itulah hasil survei dari Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (UI) pada anak muda usia 16-24 tahun. Ternyata lebih dari 95% responden menyatakan mereka mengalami gejalan kecemasan. Kemudian 88% pernah mengalami gejala depresi.
Mereka yang larut dalam kondisi itu ada yang terperosok pada pergaulan buruk, mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan seterusnya.
Pertanyaannya simpel, mengapa bisa begitu?
Karena mereka tidak sadar apa sebenarnya hidup ini. Jika mereka memahami hidup ini telah Allah atur maka setiap cobaan yang mereka hadapi akan menjadikan jiwa semakin kuat, kokoh dalam iman. Bukan malah kehilangan harapan, gelisah dan putus asa.
Oleh karena itu Allah memberikan penegasan kepada kita bahwa orang yang beruntung itu adalah yang mau membersihkan jiwanya. Artinya, jangan sampai kita hidup sampai kehilangan kesadaran bahwa Allah Yang Maha Kuasa.*