Kalau mau membangun rumah, bahkan apartemen dan gedung tinggi ada rumusnya, demikian pula dengan bahagia. Ada rumus bahagia.
Rumusnya sangat sederhana. Pertama adalah mengenal bahwa diri ini adalah hamba dan Allah Ta’ala adalah Tuhan.
Ketika Allah adalah Tuhan dan manusia adalah hamba, maka semua yang ada di dalam hidup ini adalah bukti kekuasaan-Nya.
Artikel Terkait: Negara Bahagia
Termasuk mengapa diri seseorang laki-laki atau perempuan, itu adalah sepenuhnya kehendak Allah.
Tugas yang harus kita pahami adalah bahwa dalam hidup ini tidak ada perkara utama, selain menjalankan apa yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
Jangan Protes
Suatu waktu, seseorang membakar sampah di sore hari. Asap dari api pembakaran sampah itu pun menyelimuti rumah-rumah tetangga, bahkan masuk ke dalam rumah.
Karena peristiwa itu terjadi setiap sore, suatu waktu seorang tetangga mengeluh. Ketika ia curhat kepada tetangga sebelahnya lagi yang seorang tokoh, maka dia memberi nasihat singkat.
“HIdup ini yang mengatur Allah. Dalam hal bertetangga, Allah telah berikan aturan. Ikuti saja, sabar dengan perilaku yang kita tidak suka dari tetangga sendiri, walau itu berat. Insha Allah surga bagi kita.”
Ungkapan itu terasa biasa dan umumnya setiap orang tahu akan kaidah hidup bertetangga seperti itu. Tetapi, kalau mau dipikirkan dengan baik, maka sebenarnya di situ kita akan bahagia.
Sekarang mari tengok kehidupan nyata di sekitar kita. Banyak sekali hal yang terjadi dan kalau itu mau dipikirkan ternyata mengandung pelajaran tidak sederhana.
Sebuah ungkapan mengatakan begini. “Ketika daun gugur, maka ia tak pernah membenci angin yang merenggutnya, juga tak menggugat ranting yang melepasnya. Ia mencintai dirinya dan tidak pernah membenci nasibnya.”
Jika daun itu kita anggap sebagai manusia lalu ia dijatuhkan posisi dan jabatannya kemudian ia protes dan marah, maka ia akan semakin kehilangan kesempatan bahagia. Karena energinya dibakar oleh emosi bahkan mungkin angkara.
Tetapi, begitu ia terima itu sebagai hal yang biasa maka ia akan merasakan kebahagiaan di dalam hatinya. Seperti Khalid bin Walid, ketika ia banyak meraih kemenangan dalam setiap perang, ia justru diberhentikan jadi panglima perang.
Ketika itu diketahui adalah keputusan Umar bin Kahthab, seseorang bertanya kepada Khalid perihal perasaannya, ia menjawab singkat. “Aku berperang karena Allah, bukan karena Umar.”
Perbaiki Diri
Langkah terbaik untuk bahagia sederhana menerima, memahami, lalu memperbaiki diri.
Hal yang bisa seseorang terus melakukan perbaikan diri adalah ajaran Islam.
Islam memberikan bimbingan kepada kita untuk bisa menerobos penghalang kebahagiaan. Pertama menerobos penghalang pikiran iri sendiri yang kadang tanpa sadar merasa hidup harus bisa diatur semau dirinya.
Baca Juga: Menang itu Butuh Kesiapan
Kedua, menerobos kedangkalan hawa nafsu yang amat destruktif. Ketiga, menerobos ketidaksabaran sehingga mnejadi pribadi yang arif dan bijaksana.
Kata Gus Baha, sadar saja bahwa apa yang terjadi adalah dari Allah, lalu responlah semuanya dengan bagaimana Allah memberikan petunjuk. Insha Allah hidup dijamin paten, bahagia selamanya.*