Belakangan banyak orang mengalami stres. Penyebabnya mungkin karena rumit dalam berpikir. Dan, hal itu boleh jadi tanda belum kenal betul dengan Allah Ta’ala.
Berpikir rumit tanda cara menyikapi keadaan tanpa rasa penerimaan yang seharusnya. Ia masih memaksa, bahwa seharusnya keadaan sekarang sesuai dengan harapannya.
Orang boleh saja berpikir seperti itu. Tetapi, kalau ia mau ingat, apakah dia yang mengatur matahari terbit. Apakah mungkin ia mengubah skenario Tuhan?
Baca Juga: Pentingnya Berpikir Mengapa?
Oleh karena itu saran untuk hidup tenang adalah dengan menarik nafas dalam-dalam, kemudian menerima kenyataan dengan hati serta rasio.
Selanjutnya berupaya melakukan perbaikan dari sisi usaha.
Memandang Orang Lain Harus Seperti Dirinya
Mungkin ada orang yang dalam kehidupan sehari-hari pekerjaannya selalu memandang orang lain dari sisi yang negatif.
Orang seperti ini cenderung nir gagasan. Bicaranya banyak tapi tanpa bobot.
Kala memandang orang, timbangannya salah benar, baik buruk, tetapi menurut versinya sendiri.
Padahal cara berpikir seperti itu penuh keterbatasan alias tidak akurat dan tidak efektif.
Biasanya ia tidak punya kedalaman pikiran dan keluasan perspektif. Kalimat-kalimatnya rumit, seperti kabel yang semrawut, ruwet. Kalau sudah mentok, bahasanya, ‘dulu itu, mana pernah, dan lain sebagainya.
Dia mungkin akan berubah kalau ketemu saran dari Albert Einstein. “We cannot solve our problems with the same level of thinking.”
Semua Tak Sama
Seperti sebuah lagu, “Semua Tak Sama.” Manusia memang berbeda-beda.
Betapapun seseorang benci kepada orang lain, entah karena punya alasan ilmiah, tidak ada alasan atau benci sekenanya, tetap saja orang itu hamba Allah.
Baca Lagi: Belanja Tantangan itu Harus
Allah Ta’ala menciptakan manusia memang berbeda-beda. Bukan sebatas suku bangsa, watak dan karakter, termasuk kemampuan dan rezeki dalam hidupnya.
Jadi, apa untungnya membenci orang lain, apalagi sampai iri dan dengki, lalu merekayasa suasana agar orang yang dibenci itu celaka.
Jika ada manusia yang melakukan itu, sedangkan ia Islam, boleh jadi ia memang belum mengenal Allah Ta’ala.
Ia gagal membaca Sirah Nabawi. Walaupun orang banyak yang suka sama Abdurrahman bin Auf ra karena kaya raya dan gemar sedekah. Tetap harus kita ingat, Bilal bin Rabah, walau sahabat yang miskin, terompahnya sudah terdengar di Surga.
Artinya, Allah Maha Adil. Setiap orang ada jalannya. Maka lebih baik berlatih memahami kuasa Allah dalam kehidupan, daripada memaksakan pikiran diri sendiri berlaku pada orang lain, sedangkan itu bukan pula sebuah ilmu.
Singkat kata, kita akan lepas dari kerumitan berpikir, jika iman bekerja dengan baik. Dan, tradisi membaca secara mendalam, benar-benar kita perjuangkan.*