Setiap manusia tentu memiliki rasa takut. Tetapi gentar yang ini jangan sampai menguasai diri. Takut (gentar) yang bagaimana?
Yaitu rasa kecut hati akan masa depan tidak bahagia, sehingga setiap hari menjadi manusia pasif, tidak bergairah dan bahkan putus asa.
Betapa banyak orang yang sehari-hari mengeluh kemudian resah akan masa depan, sehingga terjadilah yang namanya overthinking.
Baca Juga: Takut yang Benar dalam Kehidupan, yang Bagaimana?
Mereka menjadikan begitu banyak waktu hanya untuk berduka terhadap masa lalu dan tidak optimis akan masa depan.
Padahal, kalau kita mau membaca Alquran, kemustahilan pun harus kita hadapi dengan penuh keyakinan. Yakni dengan cara memperkuat iman dengan tawakal hanya kepada Allah.
Hikmah Sejarah
Hidup manusia tidak akan selalu seirama dengan harapan hati, khayalan jiwa apalagi kecerdasan rasio manusia.
Coba perhatikan bagaimana warga negara maju tetap ada yang melakukan tindakan bunuh diri. Bukankah mereka sejahtera secara ekonomi? Bahkan mereka terdidik secara pendidikan?
Semua itu adalah tanda bahwa kehidupan alam semesta ini ada dalam genggaman Allah Ta’ala.
Masa silam, ada raja bernama Fir’aun. Karena takut kekuasaannya runtuh, ia membunuh setiap bayi laki-laki dari Bani Israel.
Dan, begitu semangat ia melakukan itu. Ternyata ia semakin dekat dengan kehancuran. Tiba masanya, Allah menenggelamkan Fir’aun bersama bala tentaranya.
Sebuah bukti bahwa dalam mengisi kehidupan ini kita tidak sepatutnya hanya berpikir tentang keinginan diri sendiri. Tetapi setiap keinginan diri tidak menabrak syariah yang Allah tetapkan.
Hadapi
Artinya masalah pasti ada. Ia akan datang tanpa seorang pun harus mengundang. Akan tetapi insan beriman benar-benar siap menghadapi masalah.
Mengapa demikian, tidak lain karena ia punya senjata yang sangat hebat, yaitu tawakal.
“Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran: 122).
Dalam Tafsir Al-Muyassar (Kementerian Agama Saudi Arabia) kita dapati keterangan mengenai makna ayat itu.
Kala itu ada perkara antara Bani Salamah dan Bani Haritsah. Keduanya mengalami demotivasi kala melihat sebagian memilih pulang bersama pemimpin mereka sang tokoh munafik, Abdullah bin Ubay. Mereka pulang karena takut menghadapi musuh.
Baca Lagi: Yang Membahagiakan
Akan tetapi, Allah menjaga kaum mukminin dan melindungi mereka (yang maju terus dan berpantang mundur), lalu mereka tetap berjalan menyertai Nabi SAW dengan bertawakal kepada Allah.
Artinya pantang bagi seorang Muslim menghindari masalah bahkan walaupun rasa takut begitu menggejala. Ingat bahwa ada Allah. Sejauh kita mau beriman dan tawakal, Allah akan memberikan perlindungan dan pertolongan.
Sayangnya, orang sekarang sebagian besar lebih percaya rasio mereka daripada apa yang Allah perintahkan.
Pada titik inilah manusia akan semakin takut, takut dan terus dihantui ketakutan yang tentu saja mengundang kerugian.
Padahal bersama Allah, masa depan itu cerah dan barokah. Dengan itu pun kita akan berkobar-kobar dalam iman, amal sholeh dan ragam kebaikan yang membahagiakan diri dan sesama.*