Mesin-mesin partai politik mulai memanas. Salah satu tandanya adalah mulai ramai rilis dari beragam lembaga survei muncul ke permukaan melalui media massa. Lantas bagaimana mestinya kita bersikap?
Dan, seperti biasa. Setiap menjelang hajatan demokrasi, entah pilkada, pemilu atau pilpres selama ini, rilis menjadi bagian berita utama yang terus publik perbincangkan.
Survei terbaru ialah yang dilakukan oleh Indonesia Polling Station (IPS) yang hadirkan hasil bahwa Paslon Prabowo-Erick kalahkan semua Paslon Pilpres 2024.
Baca Juga: Desain Politik 2024
Kemudian Ganjar juga mengacu pada realitas survei 2024 dan mantap mengatakan ke media bahwa suara rakyat tidak boleh diabaikan.
Sementara itu, LSI keluarkan hasil surveinya bahwa duet Ganjar-Airlangga teratas dalam Pilpres 2024.
Nah, dari beberapa survei itu, kita sudah cukup bingung bukan menentukan, survei mana yang betul-betul benar?
Fakta Survei
Secara garis besar survei memang terbagi dua. Satu, memang pesanan. Dua, memang benar-benar survei.
Laporan BBC pada 2018 mengutip ungkapan guru besar Psikologi Politik, Prof Dr Hamdi Muluk mengkonfirmasi adanya praktik survei pesanan.
“Itu sah-sah saja, sepanjang lembaga survei yang dipesan tidak melakukan kejahatan-kejahatan akademis, seperti memalsukan data, memalsukan sampling dan seterusnya,” jelas Prof Hamdi.
Senada dengan itu, Prof Siti Zuhro juga menegaskan bahwa memang ada survei pesanan. Namun ia mendorong agar berani mengumumkan ke publik perihal siapa pendukung dana dari survei itu.
“(Lembaga survei) mau secara terbuka mengatakan kepada publik siapa yang memberikan funding, siapa yang mendanai sehingga survei bisa dilakukan. Itu jauh lebih elok, lebih bisa dipertanggungjawabkan ketika pendananya disebutkan dalam publikasi.”
Artinya, publik harus mulai meningkatkan pemahaman terhadap fenomena survei, terutama menjelang pilpres seperti sekarang.
Tujuannya satu, kita tidak menjadi pihak yang tanpa sadar salah pilih karena “terpesona” oleh hasil-hasil survei yang ke depan akan terus berhamburan.
Kriteria Dasar
Tantangannya adalah publik belum tentu mudah mengetahui secara pasti mana survei yang benar dan mana yang mendapat polesan kepentingan.
Jadi, sebaiknya memang tidak begitu terpengaruh oleh hasil survei. Publik harus melihat sendiri secara tegas berdasarkan data dan pengalamannya sendiri perihal sosok yang akan maju dalam Pilpres 2024.
Lihat saja, apakah selama bekerja selama ini, kebijakannya pro rakyat atau tidak.
Sudah bukan zamannya lagi kita jadi pihak yang terpedaya oleh visualisasi seorang kandidat, pileg atau pilpres. Apakah sedang ke gorong-gorong atau menanam padi di sawah. Itu visualiasi yang sangat aneh sebenarnya. Tapi kalau publik kurang oksigen berupa data, ya, mungkin sekali untuk terpedaya.
Baca Lagi: Muhasabah Politik Umat
Oleh karena itu penting kita renungkan ungkapan Anies Baswedan seperti media rekam.
“Kita sekarang harus mengubah mindset, jika kita ingin republik lebih baik, jika ingin keputusan lebih baik, maka orang-orang baik harus mau masuk ke dalam politk,” kata Anies, Senin (17/10/2022).
Masuk tidak harus jadi kader partai politik, tetapi masuk bisa berarti cerdas secara informasi dan literasi tentang politik untuk ikut membangun negeri ini dengan dedikasi terbaik yang bisa kita lakukan.*