Selama ini kita akan mudah melihat, bahkan kagum kepada orang yang berjuang mencari nafkah. Hal itu wajar, karena dimensi jasadiyah dalam diri manusia memiliki tuntutan segera untuk dipenuhi. Lalu bagaimana dengan yang memperjuangkan kebaikan jiwa?
Jiwa malah esensi dari manusia itu sendiri. Orang baik atau tidak, itu tergantung jiwanya. Begitu pula orang akan bahagia atau tidak, itu sangat ditentukan oleh kondisi jiwanya. Bukan oleh harta dan kekayaannya.
Oleh karena itu memperjuangkan kebaikan jiwa ini adalah upaya yang sangat perlu bagi setiap orang. Terlebih dalam suasana Ramadan. Kalau tidak ada upaya memperjuangkannya maka puasa akan berjalan, tapi makna seperti hilang.
Seperti mengisi waktu dengan amal shaleh, itu butuh kesadaran dan kesiapan diri bertempur melawan kemalasan. Kalau tidak ada keinsafan akan hal itu, maka Ramadan boleh jadi hanya momen dimana jam makan berubah.
Berjuang dengan Ibadah
Ramadan adalah bulan yang kita sangat butuh meningkatkan ibadah kepada Allah SWT. Rasulullah SAW pun berjuang luar biasa dalam mendekat kepada Allah, bahkan sejak Sya’ban. Beliau SAW selalu berpuasa pada bulan Sya’ban itu.
Tarawih, kita tahu ini amalan keren selama Ramadan. Tetapi pengetahuan saja tidak cukup. Kita butuh berupaya betul mendirikan shalat tarawih, terutama yang berjama’ah di masjid atau mushola.
Kalau kita tidak ada semangat juang, maka kita akan mengisi waktu selepas Isya’ dengan hal-hal yang mungkin tidak produktif dan tidak manfaat. Lain hal kalau ada amalan lain yang tak bisa kita tinggalkan, seperti dalam perjalanan, silaturrahim dan lain sebagainya.
Tadabbur Alquran, ini juga butuh semangat tinggi untuk kita perjuangkan. Hati ini cenderung tertarik pada hal-hal yang menghibur. Meskipun sebenarnya siapa yang memahami ayat-ayat Alquran, mau mentadabburinya, ia tidak saja terhibur, tapi memperoleh jawaban dan ketenangan.
Hal ini karena esensi Alquran adalah rahmat, obat dan petunjuk bagi jiwa manusia. Siapa sering mentadabburi ayat Alquran, ia semakin sehat jiwanya.
Meningkat dalam Kebaikan
Perjuangan yang juga penting kita upayakan, yaitu bagaimana muncul kesadaran tinggi dalam meningkatkan kebaikan.
Ibn Qayyim Al-Jauziyah dalam buku “Terapi Mensucikan Jiwa” menulis, “Jika engkau tahu harga dirimu di hadapan-Nya. Engkau tidak akan merendahkan-Nya dengan perbuatan maksiat”.
Artinya kita akan cari cara bagaimana waktu yang ada terus kita isi dengan kebaikan demi kebaikan.
Saya hobinya membaca dan menulis, saya upayakan menulis dalam sehari tidak lagi satu.
Bahkan Facebook pun saya isi dengan berbagai kegiatan yang saya ikuti. Mulai dari kajian, buka puasa bersama dan seterusnya.
Latar belakang dari itu adalah karena kebaikan harus kita tingkatkan. Baik kebaikan dalam arti aktivitas maupun kebaikan dalam makna menyebarkannya.
Prinsipnya, kita harus terus berupaya mengisi Ramadan dengan kebaikan-kebaikan yang bisa kita lakukan. Jangan biarkan Ramadan menyapa hati dan jiwa kita, lalu kita masih enggan dan malah ogah menyambutnya dengan semangat perjuangan.
Allah SWT menegaskan bahwa orang yang beruntung adalah yang mensucikan jiwanya. Yaitu orang yang mau mendirikan shalat, menunaikan zakat, memenuhi janji dan segala kebaikan lainnya.
Lebih jauh tugas para Nabi dan Rasul, setelah membaca ayat-ayat Allah, mengajarkan kandungan kitab dan hikmah, puncaknya adalah mensucikan jiwa umat manusia.
Jadi, yuk gas kebaikan dalam Ramadan dengan semangat memperjuangkan kebaikan bagi jiwa.*