Home Opini Ramadan dan Ketajaman Pikiran
Ketajaman pikiran

Ramadan dan Ketajaman Pikiran

by Imam Nawawi

Ramadan adalah bulan penuh berkah, yang mana, setiap detiknya membawa peluang besar untuk memperbaiki diri. Dari sekian banyak hikmah Ramadan, salah satu yang sering luput dari perhatian adalah bagaimana bulan suci ini mampu mengasah ketajaman pikiran kita.

Bukan hanya soal menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menyelami ilmu, merenungkan kebenaran, dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari.

Apa Itu Pikiran yang Tajam?

Dalam buku “Berani Tidak Disukai” karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga, disebutkan bahwa pikiran yang tajam adalah kemampuan seseorang untuk tidak hanya mengetahui apa yang benar, tetapi juga melaksanakannya.

Pengetahuan tanpa aksi ibarat pedang yang tak pernah digunakan—indah dipandang, namun tak memberikan manfaat nyata. Ketajaman pikiran lahir ketika kita mampu melihat jalan yang benar, lalu dengan sadar melangkah di atasnya.

Alquran menyebut orang yang tajam pikirannya itu dengan istilah Ulul Albab. Yakni mereka yang terampil memadukan dzikir dengan pikir. Mereka yang memilih meneguhkan janjinya kepada Allah daripada merusaknya.

Ramadan membuka kesempatan untuk menajamkan pikiran ini terbuka lebar. Saat kita berpuasa, kita melatih diri menahan nafsu, merenungkan setiap tindakan, dan memilih langkah yang lebih bijak.

Misalnya, saat godaan untuk marah muncul, pikiran yang tajam akan mengingatkan kita bahwa sabar adalah pilihan yang lebih baik. Ketika ada kesempatan untuk berbuat curang atau berbohong, pikiran yang tajam akan menuntun kita pada kejujuran.

Menjalankan Pengetahuan: Jalan Menuju Keselamatan

Ada perbedaan besar antara “tahu” dan “melakukan.”

Seseorang yang tahu kebenaran tetapi memilih untuk mengabaikannya, seperti memegang peta tetapi enggan melangkah.

Dalam tradisi Islam, orang yang memiliki pengetahuan namun tidak mengamalkannya akan mendapat beban tanggung jawab yang lebih besar. Mengapa? Karena mereka telah diberi cahaya untuk melihat jalan, tetapi memilih untuk tetap berada dalam kegelapan. Itulah orang munafik.

Sebaliknya, mereka yang mau menjalankan pengetahuan akan merasakan kedamaian batin. Mereka menyadari bahwa setiap langkah kecil menuju kebaikan adalah investasi besar bagi kebahagiaan dunia dan akhirat.

Seperti pepatah Arab yang mengatakan, “Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada kemarin, dialah orang yang beruntung.”

Ramadan adalah momentum untuk menjadi lebih baik. Saat kita membaca Al-Qur’an, misalnya, kita tidak hanya membacanya sebagai ritual, tetapi juga merenungkan maknanya dan mencoba menerapkannya dalam kehidupan.

Apakah kita sudah cukup bersabar? Apakah kita sudah cukup dermawan? Pertanyaan-pertanyaan ini adalah cermin bagi pikiran kita, membantu kita melihat di mana letak kekurangan dan bagaimana cara memperbaikinya.

Refleksi Mendalam: Apa yang Kita Cari dalam Ramadan?

Ketika azan magrib berkumandang, kita sering kali langsung terburu-buru menyantap hidangan berbuka. Namun, jarang kita berhenti sejenak untuk bertanya: apa yang sebenarnya kita cari dalam Ramadan ini?

Apakah hanya sekadar rasa kenyang setelah seharian berpuasa? Ataukah kita sedang berusaha menajamkan pikiran, membersihkan hati, dan mendekatkan diri kepada Allah?

Ramadan mengajarkan kita bahwa ketajaman pikiran bukanlah tentang seberapa banyak ilmu yang kita miliki, tetapi tentang bagaimana kita menggunakan ilmu itu untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Seorang ulama pernah berkata, “Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah.” Artinya, ilmu yang tidak diamalkan adalah sia-sia, meskipun tampak indah di permukaan.

Mari kita renungkan: apakah kita termasuk orang yang hanya “tahu” ataukah kita sudah mulai “melakukan”?

Ramadan adalah waktu yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini. Setiap sahur, setiap tarawih, setiap ayat yang kita baca, adalah kesempatan untuk menajamkan pikiran dan mendekatkan diri kepada Allah.

Jika kita berhasil memanfaatkan Ramadan dengan baik, maka kita akan keluar dari bulan suci ini sebagai pribadi yang lebih bijak, lebih kuat, dan lebih tajam dalam berpikir.

Bukankah itulah tujuan utama dari setiap ibadah? Untuk menjadi manusia yang lebih baik, tidak hanya di mata manusia, tetapi juga di hadapan Allah.

Semoga Ramadan ini membawa kita pada kesadaran yang lebih dalam. Kita dapat meraih ketajaman pikiran yang lebih sempurna. Kemudian merealisasikan langkah-langkah yang lebih teguh menuju jalan keselamatan.

Satu hal yang pasti, pikiran yang Allah kehendaki adalah yang meneguhkan iman, menyuburkan amal shaleh dan menjadikan diri mampu terus dalam ahsanu amala. Orang yang berpikir kata Allah adalah yang mengenal dan mencintai-Nya.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment