Mas Imam Nawawi

- Kajian Utama

Rakus, Ini yang Butuh Ditangani

Selama ini, kita menghadapi fakta dari berbagai berita, tentang tindakan koruptor yang luar biasa. Bahkan mereka bisa melakukan pemesanan pasal untuk sebuah kepentingan. Hampir setiap waktu, publik dapat suguhan informasi seperti itu. Namun tak cukup banyak yang memiliki bukti. Tetapi sejatinya, inti dari semua itu adalah sikap rakus dalam diri yang tak terkendali. Inilah yang […]

Rakus, Ini yang Butuh Ditangani

Selama ini, kita menghadapi fakta dari berbagai berita, tentang tindakan koruptor yang luar biasa. Bahkan mereka bisa melakukan pemesanan pasal untuk sebuah kepentingan. Hampir setiap waktu, publik dapat suguhan informasi seperti itu. Namun tak cukup banyak yang memiliki bukti. Tetapi sejatinya, inti dari semua itu adalah sikap rakus dalam diri yang tak terkendali. Inilah yang sebenarnya butuh prioritas untuk umat dan bangsa ini tangani.

Sebuah sistem, sebagus apapun ketika manusianya kehilangan moral, terlebih telah tunduk kepada nafsu kerakusan, maka semua ha akan berubah menjadi buruk dan mengenaskan.

Kerakusan itu tidak hanya soal bagaimana mendapat harta yang banyak dengan cara apa pun, termasuk di dalamnya adalah bagaimana diri tetap berkuasa, menjadikan semua posisi strategis menjadi milik diri, keluarga dan kroni.

Baca Juga: Muhasabah Politik Umat

Dalam pandangan orang yang seperti itu, ketidakbaikan menjadi penting. Moral tidak lagi perlu bagi akal. Yang pasti bagaimana semua keinginan dapat jadi kenyataan. Walau harus menempuh segala macam cara, termasuk menginjak-injak kebenaran, moral bahkan agama.

Tanggungjawab

Sejatinya mengukur apakah keputusan bijak dan tepat atau tidak sangatlah mudah. Tinggal melihat ke dalam, apakah rakus atau tidak dasar diri membuatnya. Kalau dasarnya keadilan dan siap mempertanggungjawabkan, insya Allah baik.

Akan tetapi, begitu sebuah keputusan hadir dengan landasan kebusukan, meski narasinya ke publik seindah bunga, orang tetap akan tahu.

Kata Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, masyarakat masih terbatas pada kajian teoritis mengenai legitimasi politik secara bertanggung jawab.

“Tugas etika politik adalah subsider: membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif, artinya berdasarkan argumen-argumen yang dapat dipahami dan ditanggapi oleh semua yang mengerti permasalahan. Etika politik tidak dapat mengkhobahi para politikus, tetapi dapat memberikan patokan-patokan orientasi dan pegangan-pegangan normatif bagi mereka yang memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolok ukur martabat manusia.”

Artinya, politik betapapun seseorang mendapat bayaran dengan harga mahal, dengan situasi Indonesia yang begitu liberal, tidak boleh menjadi sebuah legitimasi bahwa para politisi boleh hidup dengan orientasi pribadi. Apalagi sampai sengaja mengabaikan aspek moral dan etika. Sebab hal itu, cepat atau lambat akan membawa pada satu keadaan kacau dan merugikan.

Bahaya Kerakusan

Kerakusan merupakan fakotr utama dari segala proses terjadinya kemunduran, bahkan kehancuran. Tidak perlu dalam dunia politik, dalam dunia kedokteran pun ditemukan bahwa banyak penyakit dialami oleh manusia karena kerakusan dalam makan.

Oleh karena itu Alquran memberikan panduan jelas, “Makan dan minumlah namun jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31).

Artinya dalam ha kekuasaan pun tidak harus semua anggota keluarga dan teman serta kroni jadi pejabat. Kalau itu dibarkan, maka kerusakan adalah keniscayaan. Sebab dalam banyak hal, urusan publik memang membutuhkan keahlian, bukan kekerabatan semata.

Baca Lagi: Desain Politik 2024

Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, terutama yang memiliki akses pada para pemimpin negeri mengingatkan agar langkah-langkah yang ditempuh tidak berlebihan apalagi sampai betul-betul dikendalikan oleh kerakusan.

Kita patut belajar pada Umar bin Khathab ra yang 10 tahun menjadi pemimpin besar dunia, ia tidak memandang masuknya keluarga bahkan anak-anaknya menjadi pejabat sebagai prestasi.

Justru Umar melarang dan mengatakan cukuplah beban berat kepemimpinan itu sampai pada pundaknya. Sebab semua tindakan akan Allah minta pertanggungjawabannya, dunia hingga akhirat.*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *