Home Artikel Radikal Selalu Islam?
Radikal Selalu Islam?

Radikal Selalu Islam?

by Imam Nawawi

Isu radikal selalu saja muncul. Objeknya jelas, umat Islam. Dahulu yang menjadi sasaran orang-orang yang gemar kekacauan dan kerusakan. Kini penceramah pun ada yang radikal.

Terbaru seperti rilis BNPT ke media membuka hal itu (penceramah radikal) lengkap dengan indikatornya.

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro-ideologi khilafah transnasional.

Baca Juga: Bom Makassar Jangan Melebar

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Ketiga, menanamkan sikap anti pemipin atau pemerintahan yang sah dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech) dan sebaran hoaks.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya atau pun antikearifan lokal keagamaan.

Tidak Sepakat

Banyak pihak merespon cepat rilis itu. Tidak terkecuali wakil rakyat, dalam hal ini Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh.

“Ini menurut saya tidak sepatutnya terjadi. BNPT mestinya tidak lagi terkesan memberikan polemik baru terhadap umat Islam khususnya dengan isu radikalisme itu,” kata Pangeran dalam keterangan pers, Rabu (9/3).

Penilaiannya itu berdasar pada beberapa alasan. Pertama, rilis yang telah keluar tidak disertai argumentasi faktual yang menjadi sandaran, terutama pada penjelasan makna istilah yang masuk kategori, seperti radikalisme, khalifah, dan lainnya.

Oleh karena itu ia mendorong BNPT jangan mau sendirian dalam menetapkan kriteria. Soal agama Islam, harusnya sinergi dengan MUI.

“Sehingga tercipta formulasi dan strategi yang tepat, bahwa menanggulangi bahaya terorisme itu tidak hanya menjadi tugas BNPT saja, tetapi menjadi tanggungjawab kita semua,” ucap Pangeran.

Kalau melihat bagian diskursus dunia akademik, sebenarnya radikalisme terjadi karena pemahaman sempit seseorang terhadap ajaran agama yang berujung pada aksi teror, dahulu bom. Itu berarti satu cara mengatasi radikalisme adalah menyuburkan dakwah dan tarbiyah (pendidikan).

Jadi, kalau kemudian radikal itu melekat pada kata “penceramah” sepertinya penting untuk sama-sama dilakukan peninjauan secara serius. Sebab identik orang yang berceramah adalah yang berpendidikan, punya ilmu dan tentu saja mengerti adab serta keutamaan memprioritaskan kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri.

Langkah ini penting menjadi pilihan agar semua pihak dapat berpikir secara objektif, terbuka dan jujur.

Bersama Melangkah

Langkah penting itu ialah bagaimana pemerintah, MUI dan unsur perwakilan umat Islam lainnya bahu-membahu menjaga NKRI ini dari serangan radikalis.

Perdebatan yang muncul pada ruang media harus mendorong semua pihak bersikap dewasa dan bijaksana, sehingga kritik yang ada kepada BNPT dapat memperkuat kiprah dan peran BNPT dengan baik.

Baca Lagi: Evaluasi Arah Pembangunan

Pada saat yang sama umat Islam secara keseluruhan tidak perlu merasa gelisah dan resah. Sebab semua yang berkaitan dengan kata radikalisme itu jelas dan tegas maksudnya.

Di lain sisi, penting juga semua pihak memberikan jawaban pasti, apakah radikal itu hanya ada dalam diri umat atau ajaran Islam. Apakah pada agama dan ajaran lain tidak ada radikalisme?

Sekiranya semua mendapat perhatian yang sama perihal radikalisme ini, mungkin perasaan umat Islam selalu disudutkan tidak akan menguat. Tetapi kalau selalu seperti ini, ya, satu hal yang wajar jika pertanyaan ini perlu jawaban yang utuh, jujur dan solutif.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment