Home Berita QRIS Ada Tambahan Harga, Orang Kembali Bayar Cash?
QRIS Ada Tambahan Harga, Orang Kembali Bayar Cash?

QRIS Ada Tambahan Harga, Orang Kembali Bayar Cash?

by Imam Nawawi

QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) merupakan sistem pembayaran digital yang belakangan mulai ramai. Namun sejak Juli 2023 pedagang terkena pemotongan tarif QRIS. Sebagian pedagang membebankan biaya itu kepada konsumen. Apakah ini tidak membuat orang meninggalkan QRIS dan membayar dengan cash?

Beberapa hari lalu, saya juga pernah ke sebuah pusat oleh-oleh di kawasan Puncak Bogor. Ketika hendak menggunakan QRIS, pedagangnya langsung berkata, “Boleh, minimal belanja Rp. 100 ribu, ya, kak.”

Baca Juga: Islam dan Gerak Ekonomi Indonesia

Seorang teman yang memang membawa uang cash, bisa berbelanja dengan item yang ia mau, walau tidak sampai Rp. 100 ribu.

Muncul juga rasa kecewa. “Kalau begini, memang bawa uang cash lebih baik,” batinku.

Laporan Media

Ketika saya membaca berita ekonomi Republika dengan judul “QRIS tak Lagi Gratis, Pedagang Kembali ke Uang Tunai” juga ada pikiran senada dari konsumen.

Moh. Ashari namanya, seorang pegawai swasta di Jakarta. Ia mengaku kecewa dengan adanya kebijakan baru QRIS.

“Saya tadinya termasuk orang yang cukup sering bertransaksi dengan QRIS, tapi setelah ada biaya admin atau layanan, jadi kecewa juga,” katanya kepada Republika, Jumat, 14 Juli 2023.

Ia menambahkan, “Bayangkan kalau dalam sebulan ada beberapa kali transaksi, dan kalau diakumulasikan dalam sebulan bisa menambah cost.”

Sekarang Ashari mulai berpikir kembali cash. “Kalau bisa cash, mending cash. Jadi, pembayaran QRIS hanya salah satu opsi, enggak bisa cashless seutuhnya.”

Empuk

Mengapa QRIS jadi berbayar, alasannya sederhana, memang empuk secara ekonomi.

Data BI sampai Februari 2023 menyebutkan bahwa ada 24,9 juta pedagang menjadi merchant QRIS.

Kemudian pengguna QRIS mencapai 30,87 juta orang.

Nominal transaksi QRIS hingga Februari 2023 mencapai Rp. 12,28 triliun dengan volume transaksi sebesar 121,8 juta.

Baca Lagi: Coldplay, Ekonomi dan Suara Ulama

Tentu saja, muncul pikiran, kalau setiap transaksi kena biaya, berapapun itu, akumulasinya akan besar. Logika awam melihat ini mungkin alasan mengapa akhirnya QRIS tak lagi gratis.

Rasional

Namun, konsumen Indonesia sangat rasional. Betapapun QRIS memberi kecepatan dan kemudahan, kalau tak lagi gratis, orang akan berpikir ulang.

Kata orang-orang kala ngobrol, biar selisih Rp. 1000, kalau lebih murah, ibu-ibu akan memilih yang lebih murah. Rasional sekali bukan!

Mungkin hal itu karena kondisi ekonomi orang Indonesia yang memang belum mapan seluruhnya. Bagi masyarakat kelas menengah ke atas, biaya transaksi QRIS yang 0,3% mungkin tidak terasa. Tetapi, bagi ekonomi menengah ke bawah, itu bukan sebuah kebahagiaan.*

Mas Imam Nawawi

 

 

Related Posts

Leave a Comment