Sebagai agama paripurna Islam selalu memiliki perhatian mendalam terhadap segala aspek kehidupan yang menentukan. Satu di antaranya ialah perihal kepemimpinan. Lalu apa hubungan puasa dan kepemimpinan?
Puasa menahan diri dari yang halal pada waktu tertentu. Disaat yang sama juga lebih berupaya menghidupkan kebaikan batin dan pikiran selain perbuatan anggota badan.
Itu berarti, puasa menajamkan karakter kepemimpinan diri dalam jiwa seseorang.
Baca Juga: Dirimu adalah Pemimpin
Dan, seperti dikatakan Calvin Coolidge, seorang pemimpin dihormati bukan karena apa yang ia terima. Kehormatan diberikan orang lain kepada pemimpin karena apa yang telah ia berikan begitu berarti bagi manusia.
Oleh karena itu, termasuk hal sangat penting memahami hakikat puasa dan ketajaman karakter kepemimpinan diri.
Dengan begitu, puasa yang kita jalani dapat menghidupkan iman pada aspek terlibat dalam masalah keumatan, kebangsaan dan kenegaraan, baik secara pemikiran maupun langsung dalam ruang-ruang kehidupan di lapangan.
Menebar Cahaya Iman
Dalam banyak literatur kepemimpinan merupakan kemampuan untuk memengaruhi orang lain agar mau bekerja sama dalam melakukan suatu kegiatan.
Apakah benar, kepemimpinan sebatas itu?
Kalau merujuk pada keteladanan Nabi Muhammad SAW maka kepemimpinan bukan soal pengaruh atau memengaruhi.
Tetapi kemana hendak melangkah dan apakah ada keteladanan yang memadai untuk meyakinkan orang lain tertarik bergabung.
Sebab, Nabi Muhammad SAW memimpin bukan atas pretensi duniawi. Melainkan memimpin karena bimbingan wahyu, mengajak manusia kepada cahaya iman.
Jadi, bagi kita, kaum Muslimin, ketika bicara kepemimpinan, orientasinya jelas, yakni meneguhkan keimanan dalam hati ini.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah [9]: 128).
Peduli
Itu berarti seorang pemimpin sejati dalam Islam adalah yang merasakan penderitaan umat, lahir dan batin. Berupaya menghadirkan kebaikan bahkan keselamatan.
Kalau kesadaran ini yang hadir dalam jiwa pemimpin hari ini, maka ia akan menjadi leader yang mampu melayani.
Baca Lagi: Ujian Terberat Pemimpin
Pemimpin yang memiliki empati, yakni kemampuan menyadari perasaan, kepentingan, kehendak, masalah atau kesusahan yang masyarakat hadapi.
Nah, melalui momentum puasa Ramadhan, sejatinya karakter paling penting mesti hadir sebagai wujud takwa itu adalah kepemimpinan diri. Dengan begitu akan mampu menjadi manusia yang memberi teladan, menebar cahaya iman dan menghadirkan kehidupan penuh kebermanfaatan dan kemaslahatan.*