Kalau kita klik kata “prospek umat Islam” Mbah Google akan keluarkan ragam tema naskah tentang ekonomi syariah. Artinya tantangan umat Islam secara universal terletak pada ekonomi. Lalu benarkah prospek umat Islam jawab tantangan zaman hanya dari sektor ekonomi?
Tampilan Mbah Google tentu satu fakta. Kalau berbicara prospek atau peluang, cenderungnya istilah itu memang umum dan sering hadir dalam bahasan-bahasan ekonomi syariah.
Terlebih sekarang tren kemajuan ekonomi syariah terus meningkat.
Indonesia kini bahkan memiliki Bank Syariah Indonesia (BSI) yang begitu besar dan tentu saja menjadi harapan kemajuan ekonomi umat Islam, selain juga ada Bank Muamalat.
Namun dalam sejarah ekonomi hanyalah bagian dari faktor kebangkitan umat. Faktor mendasar justru pada kesadaran umat Islam itu sendiri menjadi pribadi yang mampu meragakan nilai dan ajaran Islam secara langsung.
Oleh karena itu tidak heran kalau upaya memantik kesadaran umat melalui ragam konferensi internasional hanya berhenti pada sesi seremonial belaka.
Baca Juga: Puasa dan Kepemimpinan Diri
Sekalipun langkah itu penting. Melalui fakta yang kemudian jadi PR nyata adalah bagaimana langkah terbaik yang mesti menjadi pilihan utama umat agar ke depan benar-benar mampu menjawab tantangan zaman.
Paradigma
Umat Islam akan eksis bahkan memengaruhi secara positif jika paradigma ke-Islam-annya hadir, aktual, dan manives dalam keseharian pada beragam bidang kehidupan.
Secara sederhana paradigma adalah sistem keyakinan fundamental yang mendasari cara memandang dunia (lihat buku Paradigma Baru Mengajar karya Prof. Dr. Wina Sanjaya, M.Pd).
Ada juga pengertian lain. Paradigma adalah sudut atau cara pandang terhadap lingkungan atau informasi yang didapat, baik yang positif maupun negatif, yang akan memengaruhi cara berpikir (kognitif), bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif).
Paradigma juga bisa berarti sebagai kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang dan memengaruhi pandangan serta tanggapannya terhadap realitas (lihat buku Paradigma: Awal dari Kesuksesan karya Derli Fahlevi).
Nah, kalau kita perhatikan kondisi zaman maka tantangan umat Islam yang paling pertama ternyata perihal paradigma.
Sebab Barat sebagai peradaban yang kini menghegemoni dunia tidak lahir kecuali dari sebuah paradigma. Karena ada upaya konsisten dan berkelanjutan dalam segala bidang maka seolah-olah apa yang mereka hasilkan adalah kebenaran.
Padahal dalam paradigma Islam, apa yang Barat hasilkan dalam dimensi peradaban sejatinya rapuh dan destruktif.
Respon Umat Islam
Letakkanlah soal ekonomi. Bagaimana ekonomi syariah akan berhasil unggul? Sebagian sarjana Islam masih ada yang “bertarung” perihal implementasi, apakah harus emas seperti masa Rasulullah SAW ataukah sama dengan zaman.
Kemudian, kalau berbicara ekonomi dari tinjauan sosial, mengapa tidak banyak pengusaha Muslim yang lahir dan kuat dengan produk ekonomi yang kompetitif.
Apa sebab banyak umat Islam yang tidak mau belanja kepada sesama Muslim?
Ketika sebagian tidak sadar akan pentingnya paradigma, maka langkah pasti berikutnya ia akan kecewa dan mengatakan, prospek ekonomi syariah suram, bahkan mustahil bisa eksis ke depan.
Tetapi kalau ia mau melihat lebih dalam, bahwa masalah ekonomi pada dasarnya adalah soal paradigma, maka ia tidak akan terjebak pada realitas umat yang lemah.
Tetapi terus berusaha berpikir progresif dan kreatif bagaimana kesadaran paradigmatik ekonomi Umat Islam tegak atas nilai iman. Hingga kemudian muncul yang namanya inisiatif.
Prinsip ini berlaku pula pada bidang-bidang lainnya, seperti pendidikan, sosial, teknologi dan seluruh sisi kehdiupan lainnya.
Pesan Ash-Shalabi
Pada akhirnya kita harus kembali pada pesan penting. Pada kesempatan ini saya akan kutip pesan dari Prof. Dr. Muhammad Ash-Shalabi dalam buku “Bnagkit dan Runtuhnya Daulah Bani Saljuk.”
“Kaum muslimin sekarang tidak kekurangan sumber-sumber materi, spiritual, dan pilihan-pilihan. Yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang bijaksana yang menguasai fikih inisiatif yang mampu memancarkan energi-energi masyarakat dan mengarahkannya menuju kesempurnaan dalam mewujudkan kebaikan dan tujuan-tujuan yang diharapkan.”
Kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan rabbani yang memahami betul fikih inisiatif sehingga mampu merajut benang-benang dan rencana-rencana kemudian mensinkronkan antara bakat-bakat dan energi.
Baca Lagi: Menghadirkan Pemimpin Adil
Kemudian mengarah pada kebaikan dan keluhuran umat, sesuai dengan persepsi kebangkitan yang komprehensif yang menantang semua rintangan, menutup semua celah demi kebangkitan umat.
Meniupkan ruh cita-cita dan optimis umat manusia, mendorong mereka untuk berpegang dengan akidah dan nilai-nilai mereka, meninggalkan dunia-dunia yang remeh, menghidupkan makna-makna pengorbanan.
Mendongkrak seangat dan menguatkan tekad-tekad dalam hati masyarakat luas dan mengarahkannya sedikit demi sedikit ke arah tujuan-tujan yang telah digariskan untuk proyek kebangkitan.
Inilah yang harus ada dalam diri dan kesadaran jika umat Islam benar-benar ingin peluang menjawab tantangan zaman kini dan nanti benar-benar tersolusikan.*