Rakyat Sri Lanka bergembira usai secara resmi Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri hari ini Jumat, 15 Juli 2022.
Sebelumnya ramai beredar informasi bahwa Gotabaya Rajapaksa melarikan diri ke Singapura untuk menghindari pemberontakan oleh rakyatnya sendiri.
Pemberontakan itu sendiri merupakan buah dari krisis ekonomi yang pemerintah sendiri gagal mengatasinya. Republika Online mengabarkan hal itu.
Baca Lagi: Inilah Pemimpin yang Suka dengan Diskusi Ilmiah
“Kami sangat senang hari ini dia mengundurkan diri dan kami merasa bahwa ketika kami, orang-orang berkumpul, kami dapat melakukan segalanya. Kami adalah kekuatan nyata di negara ini,” kata Arunanandan (34 tahun) seorang guru sekolah yang telah berkemah di lokasi protes utama, yaitu di seberang sekretariat presiden selama tiga bulan terakhir.
Pengunduran diri itu merupakan penantian panjang rakyat Sri Lanka sejak aksi protes krisis ekonomi berlangsung.
Media mengabarkan bahwa ratusan ribu orang mengambil alih gedung-gedung pemerintah di Kolombo, termasuk kediaman resmpi presiden. Kepemimpinan sang presiden gagal tekan inflasi dan terjadi kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok. Tambah korupsi yang menjadi-jadi.
Gagal Bayar Utang
Sri Lanka juga mengalami gagal bayar utang luar negeri sebesar Rp. 732 triliun alias 51 milyar Dolar AS.
Kondisi itu terjadi sebagai akibat dari “kehabisan” devisa, sehingga Sri Lanka tidak bisa mengimpor bahan pokok yang menjadi kebutuhan rakyatnya.
Langkah Indonesia
Mengantisipasi apa yang Sri Lanka alami, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani segera melakukan langkah pencegahan.
Media mengabarkan pihaknya akan melakukan penyesuaian obligasi dari sisi tenor, waktu penerbitan, dan komposisi mata uang.
Sri Mulyani juga menjalankan konsolidasi fiskal ke arah 3% pada 2023. Dengan begitu APBN masih dapat menahan guncangan.
Namun yang penting pemerintah terus perhatikan adalah jumlah utang Indonesia sudah mencapai Rp. 6.554 triliun, itu pada tahun 2021. Angka itu 8 kali lebih besar dari utang luar negeri Sri Lanka.
Pelajaran
Pada kasus Sri Lanka kita bisa belajar bahwa pemimpin benar-benar berdampak besar terhadap situasi dan kondisi bangsa.
Kalau pemimpin sadar dan mencintai rakyat serta kapabel, maka ia akan bertanggung jawab sampai tetes darah penghabisan.
Namun, dalam konteks Presiden Sri Lanka, hal yang terjadi malah sebaliknya. Sebuah pelajaran bahwa Indonesia jangan sampai asal dalam memilih pemimpin, terutama presiden.
Baca Lagi: Resesi Ancam Indonesia
Karena seperti apa visi, pikiran dan sepak terjang presiden akan seperti itu pula kondisi yang akan rakyat terima. Dari Sri Lanka mari menjadi lebih bijaksana.*