Home Artikel Post Human Era, Apalagi Ini?
Post Human Era, Apalagi Ini?

Post Human Era, Apalagi Ini?

by Imam Nawawi

Sinar matahari belum menyapa bumi saat saya membaca artikel tentang “Ancaman Tsunami “Byte” di Era “Posthuman” karya Prof. Rahma Sugihartati (Guru Besar Sains Informasi FISIP Univ. Airlangga) di Kompas (11/5/24). Mungkin sebagian kita bertanya sama, apalagi ini?

Saat ini, kata Prof Rahma, manusia telah kehilangan jati diri sebagai manusia, karena sebagian besar hidupnya telah dikendalikan oleh teknologi yang selalu menempel di tubuhnya dan tiada henti menciptakan informasi.

Kalau kita sering melihat orang angkat handphone lalu selfie dan sibuk posting, ia sedang mengirim data, ia tengah membuat informasi. Dan, itu akan dipanen oleh pihak yang punya akses terhadap segala kanal informasi di dunia digital.

Bahkan saat kita sedang berselancar di internet, jejak digital menjadi rekaman yang pihak tertentu bisa dijadikan bahan untuk mengetahui bagaimana kita berperilaku di dunia maya. Itu juga akan jadi bahan yang mereka olah untuk semakin membuat kita tenggelam dalam aktivitas digital.

Sekarang istilah big data sudah tak lagi relevan, muncul istilah baru lagi: mahadata. Mahadata menurut Prof Rahmat “mencakup berbagai jenis data atau informasi, termasuk data terstruktur dan tak terstruktur, serta data yang dihasilkan dari berbagai sumber (medsos, sensor, perangkat seluler, file log, server web, dan lainnya).”

Jumlah Postingan

Catatan Prof. Rahma sangat menarik karena juga menyajikan data berupa angka-angka berdasarkan catatan dari Finances Online Reviews for Business (2021).

Setiap hari manusia menciptakan informasi minimal 1.134 triliun megabyte (MB). Sebanyak 3 juta sekian dikirim manusia setiap detik. Sementara itu yang manusia tembakkan ke Whatsapp itu permenitnya 41.666.667. Belum data Facebook, IG, dan lainnya.

Google, ya, setiap satu menit terjadi 700.000 pencarian dan muncul 200 lebih pengguna baru mobile web.

Baca Juga: Melawan Takut

Intinya manusia sekarang benar-benar terkepung oleh tsunami informasi. Sebuah kondisi yang kalau kita tidak punya tradisi Iqra’ alias membaca dengan baik, sudah pasti akan jadi manusia yang terkendali oleh data-data yang manusia kreasikan itu.

Lalu?

Era mahadata memungkinkan pihak tertentu yang memiliki akses dan mampu mengolah mahadata mampu memanen dan menambang data dengan sangat efektif.

Kondisi itu menjadikan banyak orang tanpa sadar masuk dalam perangkap perkembangan sistem mahadata yang membelenggu kehidupan manusia itu sendiri.

“Data dan informasi yang diproduksi justru jadi sumber mahadata yang bermanfaat bagi pihak-pihak lain,” tulisnya.

Akibatnya, mengutip Deleuze (1995) manusia sekarang telah menjadi controlled dividual. Yakni individu yang telah berubah menjadi “individu” yang tak terindividualisasi.

Pendek kata, masyarakat sekarang adalah masyarakat kontrol (masyarakat kode digital). Dalam masyarakat kontrol, kode digital adalah fungsi mesin yang membentuk mekanisme kontrol.

“Tanpa disadari, informasi yang diproduksi dan disebarluaskan masyarakat, kemudian berubah jadi kekuatan luar biasa yang mampu mengarahkan perilaku masyarakat sesuai kepentingan kekuatan kapitalis dan kekuasaan yang mampu memanfaatkan mahadata,” tulis Prof. Rahma.

Kerja WA

Dahulu ada istilah orang bekerja kalau hadir rapat. Sekarang ada orang tertentu yang menganggap aktif bekerja kalau terus aktif di WA. Tak boleh membatasi diri dengan waktu. Kapan ada pesan WA masuk segera harus dibalas.

Baca Lagi: Tinggalkanlah Jejak Kebaikan

Dan, pernahkah kita perhatikan, bagaimana diri kita bangun tidur langsung otomatis mencari hape. Selepas salam saat shalat, tangan langsung merogoh hape. Tak ada lagi yang lebih nyata bagi orang seperti itu selain hp.

Seorang teman berseloroh, “Jangankan engkau, Tuhan yang baru ia temui saja langsung ia abaikan.”

Inilah dunia sekarang. Mungkin tampak biasa-biasa saja. Tapi coba cek lebih dalam. Benarkah biasa-biasa saja? Betapa sering kita menemukan sebuah foto beberapa orang bertemu secara fisik, namun tak ada komunikasi antar mereka karena sibuk dengan hp masing-masing?

Mungkin inilah saatnya kita sempatkan diri berpikir, bahwa penjelasan Prof. Rahma itu penting jadi perhatian kita. Jangan sampai kita benar-benar kehilangan jati diri sebagai manusia, saat kita merasa masih manusia.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment