Jujur agak terkejut sebenarnya, ketika Menkopolhukam menyatakan bahwa di 2024 politik uang masih akan terjadi.
“Itu (politik uang) akan terjadi pada 2024, tapi itu harus dilalui sampai akhirnya nanti Pemilu ini semakin lama semakin baik,” ujarnya seperti lansir hidayatullah.com.
Baca Juga: Pemuda dengan Mental Kuat
Mahfud mengutip argumen yang pernah Boediono (Wapres 2009-2014) yang menyatakan bahwa pemilu akan sulit substantif (bersih) kalau pendapatan per kapita belum mencapai 5.500.
Kuasa Uang
Burhanuddin Muhtadi menulis buku “Kuasa Uang Politik Uang dalam Pemilu Pasca-Orde Baru” dan pada pendahuluan sudah mengambil ungkapan Mantan anggota DPR.
“Potong jari saya jika ada anggota DPR/DPRD di Indonesia yang terpilih tanpa melakukan pembelian suara.”
Kalimat itu menunjukkan bahwa seakan-akan politik uang adalah hal yang sulit diberantas. Mungkin karena itu pula, Mahfud MD melihat 2024 pun masih akan terjadi.
Lebih jauh praktik jual beli suara dalam buku “Kuasa Uang” itu semacam hal biasa pada beberapa negara demokrasi baru, seperti Ghana, Mali, Namibia, Afrika Selatan, Benin, Senegal dan Botswana.
Indonesia pun masuk negara yang boleh jadi subur sekali dengan yang namanya operasi politik uang. Burhanuddin menegaskan, “Ini terbukti dengan fakta bahwa sepertiga pemilih di seluruh Indonesia, terpapar politik uang” (halaman: 8).
Uang Makan Orang
Sementara itu Guno Tri Tjahjoko menulis buku berjudul “Uang Makan Orang: Politik Etnis dan Politik Uang dalam Pilkada.”
Singkat cerita buku itu bercerita bahwa praktik politik uang dalam pilkada telah menjadikan budaya korup sulit terbendung.
Tugas terberat adalah mencerahkan masyarakat untuk dewasa dalam politik agar kebal terhadap godaan uang dalam politik.
Oleh karena itu, Guno menegaskan bahwa cara terbaik mengatasi itu adalah dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang politik secara benar.
Dalam hal ini masyarakat yang masuk latar belakang ekonomi dan pendidikan rendah amat rentan terkena politik uang. Walaupun tidak jarang orang berpendidikan pun sangat senang dengna politik uang.
Langkah
Langkah yang harus kita upayakan sekarang adalah mencerdaskan diri sendiri, bahwa politik bukan soal uang, tapi kemaslahatan.
Bisa kita bayangkan, mungkin orang bisa memberi uang Rp. 1 juta kemudian kita memilih orang itu. Lalu apa yang akan ia lakukan dengan jadi pemimpin karena membayar?
Baca Lagi: Indonesia dan Suhu Geopolitik
Rusak dan kerusakan yang akan ia timbulkan. Karena ia pasti berpikir bahwa yang pertama dan utama harus segera ia raih adalah pengembalian modal dan keuntungan sebesar-besarnya.
Kalau elit negara sadar bahwa kemiksinan berdampak pada buruknya praktik politik dalam demokrasi kita, mengapa masyarakat terus kita biarkan dalam keadaan sulit secara ekonomi.
Apakah ini kebetulan atau bagian dari upaya melestarikan politik uang ke depan?*