Home Opini Politik, Beras dan Jati Diri Bangsa
Politik, Beras dan Jati Diri bangsa

Politik, Beras dan Jati Diri Bangsa

by Mas Imam

Hampir semua orang, kalau bicara politik di Indonesia, larinya ke istilah orde lama, orde baru, orde reformasi. Dan, entah belakangan ini apakah masih orde reformasi atau sudah orde lain. Mengingat cita-cita reformasi sudah jauh panggang dari api.

Saya tidak perlu hadirkan bukti, karena semua sudah terbuka secara bebas bahkan lengkap dengan segala dramatisasi yang terjadi. Sebagai insan berakal, tak perlu rasanya berdetail-detail pada soal ini.

Politik Indonesia

Lantas apa sebenarnya politik itu? Sisi teori banyak buku mengulas. Saya ingin langsung ke alam empiris saja. Kalau kita lihat Amerika, maka mereka memahami dan menerapkan politik sesuai dengan jati diri dan nilai-nilai mereka sendiri sebagai sebuah bangsa. Demikian pula dengan Eropa. Apakah pernah Amerika berpikir menerapkan sistem nilai dalam politik yang ada di Indonesia, apalagi Islam?

Jawabannya bisa ditebak, tidak! Tetapi, mengapa bangsa Indonesia hanya untuk maju harus merujuk ke Amerika, Eropa, bahkan Cina?

Tragisnya lagi, yang dipelajari hanya sisi teknis implementasi sebuah program atau bahkan teknologi terapan. Paling jauh bagaimana rumusan membuat Undang-Undang. Tidak sampai pada sisi paling dalam, filosofi dan visi dari negara itu menerapkan sebuah strategi politik.

Cak Nun pernah berkata, bahwa kalau kita memang ayam, maka jadilah ayam. Jangan berkeinginan jadi burung, nanti jadinya ayam bukan, mau disebut burung, terbang tidak bisa. Sebaliknya, kalau kita burung, jangan ingin jadi ayam. Sebuah ilustrasi simpel namun jelas mengena.

Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik, Prof Miriam Budiardjo menjelaskan bahwa konsep dan teori yang mengulas tentang politik meliputi masyarakat, kelas sosial, negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, kemerdekaan lembaga-lembaga negara, perubahan sosial, pengembangan politik, modernisasi dan sebagainya.

Baca Juga : Teguh dalam kekuasaan ilmu dan iman

Di sini jelas bahwa Indonesia sebagai bangsa, masyarakatnya saja tidak sama dengan masyarakat Eropa, Amerika, atau Jepang dan China. Jadi, bangsa Indonesia harusnya sadar, bahwa yang mengerti dan bisa membangun bangsa ini adalah pikiran, konsep, dan warisan nilai dari bangsa Indonesia itu sendiri. Bukan dengan “impor” konsep dari luar (kecuali dalam konteks teknis dan tidak mengubah jati diri bangsa).

Jati Diri Bangsa Indonesia

Jati diri bangsa Indonesia itu tidak susah dimengerti. Lihat saja dari kondisi alamnya, mulai dari sawah yang terhampar luas, hutan yang lebat dan luas, serta lautan yang kaya akan aneka ragam hayati di dalamnya.

Politik, Beras dan Jati Diri bangsa

Politik, Beras dan Jati Diri bangsa

Artinya, dari awal, bangsa ini adalah bangsa yang mengenal pertanian dengan baik. Terbukti, begitu Belanda menjajah, politik tanam paksa menjadikan negeri kincir angin itu meraup keuntungan besar, karena memang bangsa ini memiliki lahan subur dan aneka tanaman yang luar biasa ragamnya.

Sekarang, beras saja bangsa Indonesia impor. Pertanyaannya kenapa, apakah untuk memajukan rakyat dan menguatkan jati diri bangsa, atau bagaimana?

Prof. DR. Budi Winarno, MA dalam bukunya Sistem Politik Indonesia Era Reformasi menjelaskan dari sisi yang sangat dasar, bahwa kebijakan itu akan merusak harga beras lokal.

“Dan ini berarti akan berdampak terhadap pendapatan mereka,” tulisnya. Artinya kesejahteraan petani terancam.

Masih kata Budi Winarno, “Dalam jangka panjang, impor beras yang terus menerus akan menghancurkan daya saing sektor pertanian terutama untuk komoditi beras dan akhirnya akan menghancurkan petani.”

Kalau petani hancur, sawah akan dijual, dan pada akhirnya negeri ini tidak lagi memiliki petani. Dengan kata lain, tercerabutlah jati diri bangsa ini.

Pancasila dan UUD 1945

Hal ini terang dalam pandangan mata kita, tapi mengapa yang diulas banyak pemimpin dan media adalah tentang toleransi, multikulturalisme, yang sejak awal bangsa ini sudah punya prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

Lebih jauh, Islam dan umat Islam yang memiliki kontribusi bahkan setia pada NKRI kenapa disudut-sudutkan seakan-akan pihak yang merusak dan potensial menghancurkan negeri ini. Loh, sejarahnya seperti apa?

Untuk itu, kepada semua pihak, kepada Presiden RI Jokowi, Anggota DPR dan para penegak hukum, mari lihat masalah mendasar bangsa ini. Jangan terbuai oleh halusinasi tentang kemajuan yang menjadikan negeri ini kian jauh dari identitas dan jati dirinya.

Ingat dalam contoh kasus pertanian, bangsa ini mengenal konsep gotongroyong, silih asih, silih asuh, dan silih wangi. Ada kearifan yang menjadi spirit dalam hidup. Dan, yang tak kalah penting negeri ini dengan Islam ibarat dua sisi mata uang. Tak bisa dipisahkan, apalagi dibenturkan dan dipertentangkan.

Jika benar bangsa ini ingin tetap eksis dan berpengaruh ke depan, maka kembalikan jati dirinya, melalui penerapan UUD 45 dan Pancasila secara tulus, jujur, dan progresif. Sebab, tidak mungkin bangsa Indonesia maju sedangkan sejarahnya ditenggelamkan atas nama modernisasi atau apapun itu. Sekali lagi, tidak mungkin, bahkan mustahil.

Mas Imam Nawawi – Ketua Umum Pemuda Hidayatullah (Bogor, 13 Jumadil Awwal 1442 H)

Related Posts

Leave a Comment