Sore hari yang hangat, saya mengambil buku karya Seth Stephens-Davidowitz yang judulnya “Everybody Lies.” Usai membuka-buka saya memahami bahwa hidup tak bisa semata berbasis data, tetapi juga harus mengindahkan petunjuk (baca Alquran). Karena data dalam bahasa Stephens kadang hadir dari ketidakjujuran manusia.
Kami semua berbohong. Mulai berbohong kepada diri sendiri, kepada orang lain, dan kepada para peneliti. Ia menambahkan bahwa diri dan orang-orang kebanyakan di Amerika berbohong dalam survei, dalam wawancara, dan bahkan dalam pengakuan. Begitu sebagian dari ungkapan Stephens.
Ungkapan itu karena setiap orang yang menjawab survei atau wawancara kadangkala tidak mengisi atau menjawab dengan isi hati terdalam. Mereka kadang menjawab dengan bagaimana hukum sosial menghendaki setiap orang memberikan penjelasan. Dalam kata lain, data tetaplah referensi. Data belum bisa menjadi petunjuk.
Tetapi bagaimanapun, Stephens berpendapat bahwa data tetap memainkan peran yang makin penting dalam seluruh kehidupan manusia.
Baca Juga: Literasi Data: Senjata Ampuh dari Masa ke Masa
Bahkan ke depan, peran data akan semakin besar pengaruhnya. Tetapi itu adalah soal data tentang bagaimana bisnis berkibar: mulai dari pemasaran, politik, kesehatan dan pendidikan. Bagaimana dengan peradaban umat manusia?
Alquran
Sebelum orang kencang membahas tentang data, Alquran sebagai hudan (petunjuk) telah menyajikan begitu banyak “data”. Bahkan bukan semata “data” dalam bentuk sejarah, tetapi juga kehidupan sekarang dan nanti (akhirat). Oleh karena itu seruan Alquran kepada manusia sangat jelas, ayo perhatikan, mari pahami dan silakan kalau punya data atau argumen tandingan.
Memahami perilaku manusia dengan basis riset itu sah-sah saja, kalau memerhatikan aspek variabel dengan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku masyarakat. Akan tetapi substansi manusia tetap sama, suka harta, wanita, barang berharga dan seterusnya.
Baca Lagi: Bacalah dan Temukan Solusi
Langkah agar kita selamat dari memandang kehidupan sebatas kesenangan dunia, Alquran memberikan informasi bahwa ada kehidupan yang lebih baik, lebih indah dan tidak akan fana selamanya, yakni akhirat.
Sejauh mana manusia akan menanggapi informasi penting itu, sangat bergantung pada kemampuannya memahami data dalam Alquran, data dalam kehidupan dan melibatkan hati dalam mempertimbangkan semuanya.
Namun satu hal, kemampuan berpikir integratif dalam mengisi kehidupan ini sangatlah mendesak. Kita tak perlu mempertentangkan data dengan petunjuk dalam Alquran. Justru kita sangat berkepentingan menyatukan data dari hasil olah pikir manusia dan petunjuk sebagai panduan dalam memahami hidup ini. Karena bagaimanapun manusia itu adalah makhluk yang punya dimensi ruh.
Ruh membutuhkan petunjuk. Jasad menghendaki kenyamanan dan keamanan dalam hidup yang fana ini. Keduanya harus berpadu agar aman dan nyaman hari ini bukan sebab dari derita dan siksa pada masa mendatang. Oleh karena itu, beramal shaleh adalah tekanan utama setelah beriman bagi setiap anak manusia.
Jalan Hidup
Sejauh apapun manusia melangkah, menciptakan transformasi teknologi dan segala hal yang menjadikan hidup lebih mudah, prinsip dasar dalam hidup ini adalah tunduk kepada Allah.
Dalam Alquran Allah memerintahkan orang beriman untuk sabar menjalani kehidupan dunia bersama dengan orang yang menyeru kepada Allah pada pagi dan senja hari dengan mengharap ridha-Nya.
Allah juga melarang kepada kita untuk memalingkan mata dari Alquran karena mengharapkan perhiasan dunia.
“Janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi: 28).
Dalam kata yang lain, jangan hidup tanpa tujuan, apalagi bimbingan iman. Orang bisa saja belanja suka ria, keliling dunia setiap tahun. Akan tetapi kalau jalan hidupnya menyelisihi dari yang Allah perintahkan, apakah kita masih ragu bahwa itu adalah kerugian?*