Milad 50 Tahun Hidayatullah yang jatuh pada 1 Muharram 1443 H ini dimeriahkan dengan beragam kegiatan diskusi secara daring baik nasional maupun internasional. Semuanya dalam rangka teguhkan dan kokohkan semangat perjuangan.
Di Gunung Tembak, yang merupakan Kampus Ummul Quro Hidayatullah menjadi yang paling kuat getaran kegiatan-kegiatan online-nya.
Baca Juga: Dunia Tanpa Alquran?
Seperti hari ini (10/8) sebelum sesi puncak Milad 50 Tahun Hidayatullah telah digelar satu agenda penyampaian makna dari 50 Tahun Hidayatullah, di antaranya oleh Ketua Yayasan Pesantren Hidayatullah Ummul Quro di Balikpapan, Ustadz Hamzah Akbar.
Dalam paparannya, pria murah senyum ini menegaskan bahwa di momentum 50 Tahun Hidayatullah ini terbentang kesempatan emas bagi generasi muda untuk menjadi seorang pejuang.
“Ambillah momentum 50 tahun ini dengan sungguh-sungguh. Inilah momen yang paling tepat untuk mengekspresikan jiwa-jiwa juang, jiwa-jiwa pengorbanan. Ambil momen ini,” ucapnya dengan semangat tinggi untuk membangkitkan kesadaran audiens.
“Semua anak-anak muda harus mengambil peran dan berkiprah dengan kemampuan terbaiknya untuk cita-cita membangun peradaban ini,” imbuhnya.
Jangan Tergelincir
Lebih jauh Ustadz Hamzah Akbar yang memiliki kegemaran membaca dan telah malang melintang dalam ruang perkaderan Hidayatullah ini mengajak semua pihak sadar bahwa perjuangan belum usai, karena itu tampak pesan tersirat jangan sampai generasi ke depan tergelincir.
“50 Tahun Hidayatullah harus dimaknai sebagai nafas perjuangan, generasi dahulu memang luar biasa, mereka bekerja keras, berpikir cepat, tidak terlalu akademik. Kalau ada perintah, jalan, jalan terus, tahu-tahu ada tembok. Oh ada tembok rupanya. Tapi penting disadari ini adalah awal, ini adalah proses yang antara satu masa dengan masa berikutnya tidak ada yang membedakan selain dari pendekatannya saja,” ungkapnya.
Artinya beliau ingin tegaskan bahwa jangan sampai ada sebuah perasaan yang keliru dimana memandang generasi awal, generasi terdahulu sebagai kurang modern, hanya karena berbeda pendekatan.
Sebab setiap generasi ada masanya. Dan, pada setiap masa membutuhkan pendekatannya masing-masing. Dunia berubah tetapi visi dan spirit jangan sampai goyah apalagi ikut berubah.
“Di masa Allahuyarham Ustadz Abdullah Said, titik tekan perkaderan adalah bagaimana generasi bisa bertahan di hutan-hutan (membangun pesantren), ini yang pokok. Dan, ini buuth narasi, proyeksi, bahkan injeksi ideologi, dan inilah prestasi generasi awal kala menjalankan program perintisan,” jelasnya.
Tantangan yang mesti mampu dijawab oleh kader-kader muda ke depan adalah bagaimana pendekatan modern, pendekatan akademik dan beragam hal baru lainnya dapat menguatkan bahkan mempercepat terealisasinya visi membangun peradaban Islam.
Bangga sebagai Kader yang Berjuang di Hidayatullah
Perjalanan sebuah perjuangan memang akan berhadapan dengan masa yang tidak sama. Dahulu, kader-kader banyak di lapangan, mencangkul, merintis dan beragam aktivitas fisik lainnya. Tapi itu sejarah yang kita harus bangga.
“Saya bangga, pernah 40 hari TC mencangkul di kebun jeruk, saat yang lainnya masuk kelas. Ini harus dilakukan dan menjadi pilihan saat itu. Dan, memang itulah masanya,” tegasnya.
Beliau pun mengajak untuk semua memandang perjalanan perjuangan Hidayatullah ini dengan kebesaran jiwa.
Tidak ada yang perlu disesali dari masa dimana kader-kader awal tidak sempat sekolah sampai sarjana. Memang masanya harus demikian.
Sebagai sebuah perjalanan perjuangan, kita sekarang harus bangga telah diberikan kesempatan mengantar generasi muda ke keadaan yang lebih baik, lebih modern, sehingga bisa menjawab tantangan ke depan.
“Kalau bicara tentang persiapan, regenerasi, maka masa itu bukan satu yang perlu disesali. Ada masa yang harus kita siapkan, dan itulah kebanggaan,” tandasnya.
Perjuangan Membangun Peradaban
Pada akhirnya, Ustadz Hamzah Akbar mengajak semua memandang bahwa semua ini adalah sebuah perjalanan kehidupan, satu kewajaran dan harus dimaknai sebagai estafeta perjuangan.
Baca Lagi: Milikilah Sahabat yang Hebat
“Sebuah kesempurnaan, mensyaratkan suatu proses yang demikian itu (dari biasa, tradisional menuju modern dan lebih sistematis). Sebab untuk melahirkan langkah-langkah modern, memang harus ada langkah-langkah tradisional sebagai jalan pertama untuk memulai. Jadi perbedaan masa ini, bukan utuk disesali, dibenturkan, apalagi sampai diratapi. Ini adalah garis lurus perjuangan, wajar dan memang harus demikian adanya,” ungkapnya.
Tinggal ke depan semua ini harus dipahami oleh segenap kader muda Hidayatullah, sehingga mereka dapat mengikuti spirit ini dengan baik, kemudian mengembangkan sesuai perubahan keadaan dengan tanpa kehilangan visi dan jati diri.*