Baru-baru ini saya menghadiri pernikahan sahabat di Jawa Barat. Kemudian sepulang dari sana, diskusi dengan sahabat lain soal tulisan. Sekilas jauh sekali. Tapi saya melihat pernikahan dan tulisan memang beda, tapi (bisa) sama.
Seperti menikah, menulis butuh niat, usaha, dan tentu saja semangat dan keyakinan.
Baca Juga: Menulis untuk Bermanfaat
Bukankah tidak mungkin pernikahan terjadi antara pria dan wanita yang tak saling punya niat mengakhiri masa lajang?
Pernikahan juga akan mudah terlaksana jika satu sama lain memiliki keyakinan, bahwa mereka akan hidup lebih baik dengan menikah, membangun keluarga sakinah.
Kalau hanya sekadar sama, pernikahan belum tentu terjadi.
Seperti lagu dari Tulus, “Hati-Hati di Jalan” banyak yang sama belum tentu bisa bersama.
Mengistiqomahkan Menulis
Pekerjaan yang tersulit setelah orang menikah adalah setia, komitmen alias istiqomah.
Begitu pun menulis. Orang hanya akan bisa menulis dengan tekun ketika ia memang punya niat “mengistiqomahkan” menulis itu sendiri.
Niat mengistiqomahkan menulis ini butuh latihan, ketekunan dan tentu saja keyakinan bahwa menulis itu baik bagi diri, keluarga, bahkan peradaban.
Lihat sisi sejarah, bagaimana kala era Khalifah Harun Ar-Rasyid menemukan teknologi pembuatan kertas, tulisan menjadi begitu massif. Baghdad pada masa itu memiliki hampir 100 perpustakaan.
Sejak itu perkembangan sains dan teknologi berkembang pesat. Tulisan telah mengubah cara pandang manusia tentang banyak hal.
Sampai saat ini era digital, tulisan begitu banyak dan mudah kita temukan. Tetapi apakah setiap tulisan baik untuk masyarakat?
Ruang inilah yang bisa menjadi latar belakang, mengapa kita harus ikut menulis dan istiqomah menuliskan kebaikan.
Syarat istiqomah hanya tiga yang prinsip. Pertama niat. Kedua, tekun. Ketiga yakin.
Yakin dalam hal ini memang menulis itu bagian dari ibadah. Kalau sampai pada level keyakinan itu, maka menulis tidak lagi butuh dorongan dari luar, entah itu motivator, penulis populer, termasuk janji-janji uang.
Ia menulis karena ingin mendapatkan kebaikan dari sisi Allah. Cukup!
Memperbarui Cinta
Pernikahan, semakin intens interaksi pasangan semakin bagus bagi tumbuh kembang cinta.
Begitu pun menulis. Semakin sering membaca, berinteraksi, observasi dan meneliti berbagai hal, semakin indah hasil dari tulisan seseorang.
Baca Lagi: Menulis itu Memulai
Jadi, menulis dapat memperbarui cinta. Dari kemalasan berubah menjadi penuh gairah dalam kebermanfaatan.
Bayangkan, bukankah setiap satu artikel tulisan adalah hasil olah data dalam otak, hati, bahkan jiwa dan rasa penulis itu sendiri?
Dan, orang-orang yang hidup akal, hati dan jiwanya, akan mudah menjadi sosok penuh cinta, menebar cinta dan mendapatkan cinta dari kebaikan bahkan dari Yang Maha Baik.
Sebagai penutup, menulislah untuk ibadah. Insha Allah akan Allah mudahkan menjadi istiqomah melakukan aktivitas penting bagi peradaban, yakni menulis.*