Mengapa membaca buku harus saya awali dengan kata “Perjuangan”?
Teman-teman mungkin akan menebak atau memberi jawaban: memang tidak mudah untuk suka membaca buku. Apalagi pada era seperti sekarang, digital.
Tapi saya merasakan langsung, aktivitas pada 5 menit pertama dalam membaca mengajak otak kita bekerja. Mungkin bahkan berlari.
Bagi otak yang tak biasa, ini bukan hal mudah. Namun bagi yang telah melatih otaknya dengan disiplin membaca, aktivitas itu langsung membuatnya bisa mengunduh pemahaman dari apa yang dibaca. Meski itu baru lima menit.
Tentu saja setelah itu kita seperti nelayan, membawa banyak hasil tangkapan. Yang kedepan akan sangat berguna, berarti dan bermanfaat. Utamanya dalam upaya menjawab tantangan demi tantangan kehidupan.
Oleh karena itu, jangan tinggalkan aktivitas membaca buku. Bagaimanapun caranya dan apapun bentuk bukunya.
Manfaat Nyata yang Tak Tergantikan
Manfaat membaca tidak hanya berhenti pada penambahan informasi. Membaca mengasah kemampuan analisis, meningkatkan daya kritis, dan memperkaya kosakata.
Ia membuka jendela dunia, memperluas perspektif, dan menstimulasi kreativitas. Semua ini adalah modal tak ternilai yang sulit didapatkan dari aktivitas lain.
Kalau anak muda menyadari ini, maka ia akan lebih senang membaca daripada scroll media sosial.
Komitmen untuk Terus Membaca
Maka dari itu, jangan pernah tinggalkan kebiasaan membaca.
Apapun bentuk bukunya, fisik atau digital, dan bagaimanapun caranya, entah lima menit sehari atau berjam-jam di akhir pekan, teruslah membaca.
Dalam Bahasa Yudi Latif, membaca adalah kekasih setia. Konkretnya kekasih setia itu adalah buku.
Oleh karena itu perjuangan ini akan terbayar lunas dengan “panen raya” pemahaman dan manfaat yang tiada henti.
Kelak pada saatnya, Allah akan memberikan anugerah berupa kecerdasan dan kedalaman jiwa dalam berpikir. Apakah iya?
Pasti, sebab membaca itu perintah-Nya yang pertama dan utama. Apakah iya orang yang mau menjalankan perintah Allah, kemudian Allah biarkan begitu saja?*