Home Hikmah Penyiksa Batin
Penyiksa Batin

Penyiksa Batin

by Mas Imam

Manusia kadang tidak sadar bahwa tidak semua yang diinginkan itu akan membahagiakan. Salah-salah malah menyiksa batin.

Akhirnya hari-hari diisi dengan keluhan, kelelahan dan cenderung ingin mendapatkan apapun dengan cara-cara instan serta tidak rasional.

Entah mencuri, lebih canggih berarti korupsi, atau pun tidak lagi punya keyakinan bahwa sabar dan tawakkal itu adalah cara terbaik untuk meraih kemenangan dan keberhasilan.

KH. Abdullah Said biasa menggunakan orang yang dikuasai oleh begitu banyak keinginan (ambisius) dan gemar melakukan kezaliman sebagai orang yang ruhaninya haus, ruhaninya lapar.

Di era modern, mungkin fenomena itulah yang banyak kita dapati, dimana perilaku upnormal dari sisi moral terus menjadi pewarna berita di Tanah Air.

Bisa jadi karena ruhani tidak lagi sekedar haus dan lapar, tetapi telah benar-benar sekarat.

Baca Juga: Tawakkal, Tenang dan Berbahagialah

Apa sebab, hawa nafsu, keinginan (ambisius) hasrat yang dalam upaya mendapatkannya tidak lagi mengindahkan nilai-nilai norma bahkan agama.

Lupa Allah

Pada dasarnya, Islam mengakui dan memberikan jalan manusia mendapatkan kebahagiaan duniawi.

Boleh dan silakan dicari, tetapi kala itu yang jadi tujuan, di sini batin mulai dipertaruhkan.

Akibat lebih jauh, mata hati akan terus buram dan lama-lama buta.

Imam Ghazali pernah berkata (saya kutip dari buku DNA Mata Hati, Mukasyafatul Qulub), “Orang yang takut kepada Allah SWT akan selalu mengeluarkan rasa permusuhan, kebohongan dan kedengkain dari dalam hatinya. Karena kedengkian itu dapat merusak kebaikan.”

Dengan demikian, hal utama dan pertama harus terus dipastikan dalam jiwa seorang Muslim adalah keberadaan hatinya, apakah telah selamat dari beragam sikap dan sifat yang membayakan iman.

Dan, upaya menjaga hal tersebut tidaklah mudah. Terbukti banyak sekali orang yang gagal dan karena itu mereka lupa kepada Allah, sehingga memandang ringan dosa dan kebohongan.

Terlebih di masa seperti sekarang, jiwa-jiwa manusia dihadapkan pada tantangan-tantangan iman yang tidak ringan. Pandemi, bagi sebaian orang peluang, tetapi apakah mereka manusia, apakah mereka aman keimanannya, kala keuntungan itu diraih dengan cara mengorbankan sesama?

Penting kita renungkan ungkapan dari Junaid Al-Baghdadi, “Musibah atau bala’ merupakan pelita bagi orang-orang arif, menggeliatkan kebangkitan bagi orang-orang yang menghendaki keridhaan Allah.

Ia merupakan kebaikan bagi orang yan gberiman dan kebinasaan bagi orang yang lengah.

Tak seorang pun yang dapat merasakan manisnya keimanan, sehingga ia ditimpa musibah, lalu ia ridha dan bersabar.”

“Menikahi Penderitaan”

Ketika saya bertemu dengan Dik Doank (24/8) ia mengatakan bahwa akan berbahagia orang yang mau “menikahi” penderitaan.

Sebagaimana para Nabi dan Rasul, yang bertemu ujian tidak ringan. Walaupun sejatinya mereka tidaklah seperti yang dilihat akal manusia biasa, seperti pohon jati yang dibelah ada keindahan ukiran, seperti itulah hati para Nabi dan Rasul penuh keimanan.

Dengan kata lain, ketika manusia menghendaki kehidupan dunia, maka tetaplah dalam iman.

Baca Lagi: Jangan Pernah Membenci Nasihat

Jangan halalkan segala cara dan menabrak ketentuan agama, jika itu diteruskan, saat itulah batin hidup dalam siksaan yang tidak ringan.

Dalam bahasa KH. Abdullah Said, orang seperti itu akan terus menjadikan orang yang tidak sependapat sebagai musuh, selalu ingin menghilangkan kesenangan bahkan nyawa orang lain. Dan, ia akan terus diliputi rasa tidak puas untuk terus melakukan kejahatan demi kejahatan. Na’udzubillah. Allahu a’lam.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment