Indonesia akan berhadapan dengan satu kondisi baru. Dan, tidak ada kepastian akan baik, lancar, atau bahkan aman nantinya. Yang pasti ini tentang penjabat kepala daerah.
Kondisi itu jadikan banyak daerah akan dipimpin oleh orang yang bukan kehendak rakyat, sebagaimana biasanya yang terpilih dari hasil pemilihan langsung rakyat setempat.
Permasalahannya adalah pada proses. Ketika pengisian penjabat kepala daerah itu berlangsung tidak transparan, terbuka dan akuntabel.
Baca Juga: Kekuasaan itu Amanah
Jelas akan semakin potensial hadirkan hal yang tidak kita inginkan bersama.
Terlebih seorang Ridwan Kamil telah menyatakan satu ungkapan penting.
Bahwa bagaimaanapun keputusan tentang penjabat kepala daerah ini adalah keputusan politis. Dan akan ada krang kring krang kring dari partai politik.
Beban Korupsi
Sebagai informasi pada 15 Mei 2022 penjabat kepala daerah akan hadir di lima provinsi, yakni Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Sulawesi Barat, Gorontalo dan Papua Barat.
Dan, KPK juga telah memberikan peringatan bahwa pada proses akan rentan terjadi korupsi.
Hal ini berdasarkan data milik KPK bahwa kasus korupsi yang terjadi pada bidang politik begitu tinggi.
Seperti ramai dirilis media dari 2004 – 2021 korupsi terjadi begitu tinggi. Ada 310 Anggota DPR dan DPRD, 27 gubernur dan 148 walikota dan bupati.
Sementara itu posisi penjabat kepala daerah total akan menempati 272 daerah dan berlangsung sampai 2024 nanti.
Artinya, posisi itu adalah posisi yang rentan korupsi. Persoalannya juga bukan sebatas siapnya penjabat kepala daerah, tetapi apakah penjabat kepala daerah itu punya kapasitas.
Kapasitas meliputi ketulusan dalam bekerja, kompeten, berintegirtas dan aspiratif terhadap suara masyarakat yang ada di suatu daerah. Semua butuh proses yang tak singkat apalagi mudah.
Pengawasan
Oleh karena itu kesadaran publik untuk sama-sama melakukan pengawasan atas hal ini sangat penting.
Sebab soal di Indonesia bukan kerapkali soal regulasi, tetapi benar-benar kesucian nurani dan keberpihakan pada rakyat itu sendiri.
Korupsi di Indonesia terjadi bukan karena kurangnya regulasi dan polisi. Tetapi kesucian nurani pada pihak berwenang kaitan dengan amanah dan kiprah kerjanya dalam berdedikasi untuk negeri.
Baca Lagi: Teknik Menghadapi Orang-Orang yang Gagal Paham
Dengan begitu Pemerintah Pusat harus bekerja lebih ekstra, transparan, terbuka dan akuntabel.
Jika tidak maka potensi terjadi beban baru dari masalah ini tidak terhindarkan. Yang sebenarnya juga sebagian besar orang masih bertanya, mengapa dalam rentang 2 tahun, daerah-daerah harus dipimpin oleh penjabat kepada daerah.*