Home Kajian Utama Peningkatan Wawasan dan Ketenangan Hati, Seperti Apa Korelasinya?
Wawasan

Peningkatan Wawasan dan Ketenangan Hati, Seperti Apa Korelasinya?

by Imam Nawawi

Apakah peningkatan wawasan berpengaruh terhadap ketenangan hati? Saya memiliki renungan seperti berikut ini.

Ketika Nabi Ya’qub as mengindahkan mimpi dari anaknya, Yusuf as, pesannya ada tiga. Jangan ceritakan mimpi itu. Orang yang zalim akan membuat rekayasa buruk terhadap yang tidak mereka suka. Dan, sadarlah, setan itu musuh yang nyata bagi manusia.

Pesan yang ada pada ayat ke-5 Surah Yusuf itu bagiku adalah peningkatan wawasan penting. Itulah akar dari ketenangan hati Yusuf as, menghadapi badai dan gelombang hidup yang begitu keras.

Mufassir menerangkan, kata setan musuh, artinya manusia akan selalu setan kondisikan untuk membuat kekerasan antar saudara. Memanaskan hati mereka untuk bertengkar dan mengalami perpecahan.

Jadi, kalau ada saudara dalam satu keluarga, rasanya ingin bermusuhan terus. Ingat itu bukan manusianya yang jahat. Tapi setan telah berhasil mengelabuhinya untuk bertindak tidak benar.

Oleh karena itu respon Nabi Yusuf as terhadap kezaliman saudaranya jelas: sabar dan memaafkan. Wawasan itulah yang menjadikan Nabi Yusuf as tak pernah goyah dalam kebaikan dan kebenaran.

Mengenali Wawasan

Sejauh ini, sebagian orang memahami wawasan sebatas tambahan informasi atau ilmu. Tapi wawasan bisa berarti pandangan, penglihatan, tinjauan atau tanggapan inderawi (yang rasional).

Lebih jauh, wawasan bisa kita pahami sebagai sikap mendalam terhadap hakikat.

Jadi, orang berwawasan artinya punya kedalaman nilai, pandangan terhadap sesuatu. Kalau sesuatu itu adalah makna hidup, maka orang berwawasan adalah yang punya tujuan hidup.

Seseorang akan sampai pada level memiliki wawasan jika ia suka memerhatikan. Mau tekun belajar dan beramal. Lebih jauh setiap perenungan, kata dan tindakan, basisnya adalah kebenaran. Bagi kita (umat Islam) basis itu adalah wahyu: Alquran.

Korelasinya dengan Ketenangan Hati

Dengan uraian singkat ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa wawasan erat sekali korelasinya dengan ketenangan hati.

Hati yang tenang bisa kita ambil dari ekspresi sikap dari Nabi Yusuf as sendiri.

“Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang”. (QS. Yusuf: 92).

Demikianlah ketenangan hati karena wawasan akan hakikat hidup. Nabi Yusuf tidak memelihara dendam. Bahkan ia membebaskan saudaranya dari hukuman. Lebih jauh, ia juga memohonkan ampun kepada Allah.

Kalau ketenangan hati itu ada dalam diri seorang pemimpin, maka pertengkaran apapun dengan izin Allah akan bisa diatasi. Kekacauan apapun akan bisa ia tangani.

Dengan demikian kita bisa tangkap dengan terang. Bahwa ketenangan hati bukan karena hidup mudah. Tapi karena pikirannya matang dan jiwanya terlatih. Dan keduanya bertumbuh melalui wawasan.

Dan, bukankah dengan kebesaran hati yang seperti itu, Nabi Yusuf as mampu menyelamatkan bangsa Mesir dari kebinasaan karena krisis pangan, sekaligus penyelamatan krisis keluarga yang “berantakan”?*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment