Bismillah, penting kita berupaya terus mempersegar wawasan kependidikan. Terlebih sebagai seorang guru atau pengasuh dalam mengurus murid atau santri di sekolah atau pesantren. Upaya ini sangat mendesak kala ingin menghadirkan pendidikan yang realistis dan responsif.
Dua kata yang tak boleh lupa apalagi lekang dalam benak dan sanubari seorang guru atau pengasuh dalam mendidik anak, yaitu realistis dan responsif.
Baca Juga: Problem Besar Pasca Pendidikan Tinggi
Dua kata itu penting karena akan berpengaruh terhadap kemampuan diri dalam merespon kondisi kekinian dan menganalisa masa depan.
Ranah Responsif
Dengan begitu kita akan mampu melihat apa persiapan-persiapan terbaik dalam mendidik murid, sehingga kelak mereka survive dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebab pada dasarnya pendidikan ialah bekal bagi murid untuk survive hidup bermasyarakat, baik lokal, nasional, bahkan internasional. Inilah ranah responsif kita.
Ruang Realistis
Harapan pasti akan selalu ideal. Namun kita juga paham sedang dalam kondisi bagaimana dalam realitas kekinian.
Oleh karena itu memahami kondisi real murid, sarana, dan kita sebagai guru atau pengasuh harus benar-benar objektif, jernih dan utuh.
Dengan begitu kita bisa mengambil keputusan yang bijak, tepat dan relevan guna memperbaiki yang masih minim, kemudian mengetahui langkah terbaik dalam mengembangkan yang sudah baik. Ini ranah realistis.
Wawasan
Nah, untuk sampai pada dua ranah itu (responsif dan realistis) guru atau pengasuh harus senantiasa mengembangkan wawasan. Kemudian meningkatkan skill dalam memahami dan memahamkan pelajaran.
Guru dan pengaruh harus mampu memahami kondisi murid atau santri dan mampu membentuk karakter baik dalam diri mereka. Terutama karakter dalam proses belajar, dan karakter dari hasil belajar.
Lebih jauh selain guru dan pengasuh, pengurus yayasan atau sekolah harus ikut berupaya memikirkan hal tersebut dalam dimensi intrinsik dan ekstrinsik sekaligus.
Supra dan Infrastruktur
Dimensi ekstrinsik itu meliputi sarana dan prasarana sebagai infrastruktur (gedung, meubeleur, dan media).
Adapun dimensi intrinsik adalah suprastruktur. Berkaitan visi, motivasi, manhaj dan sistem nilai yang harus terus menyala untuk mengaktifkan gerak utuh lembaga pendidikan itu sendiri.
Baca Lagi: Jangan Takut Memulai
Dimensi ini menghadirkan satu spirit nyata. Walau tidak nampak dalam jangkauan indera, tapi hal itu menjadi pemicu dan pemacu semua gerakan yang nampak.
Kemudian derivasi dari keduanya berupa konsep dan aturan. Hal ini penting karena memiliki peranan yang sangat signifikan dalam setiap pergerakan.
Jika lupa dan lalai dalam dua hal ini, spirit dan konsep, maka jangan mimpi bisa bersikap realistis dan responsif. Emosional dan penuh keraguan yang akan dominan.
Jadi, marilah bangun infrastrukstur di atas suprastruktur agar kegiatan kita realistis dan responsif menuju pendidikan yang menghasilkan manusia cerdas dan beradab.*
Ashar Abdul Ghani (Kepala Sekolah SMA Al-Izzah Sofifi Maluku Utara)