Saat banyak orang memaknai Sumpah Pemuda dengan berbagai quote indah, saya justru tertarik merenungkan hakikat pemuda kala itu. Yakni sosok yang penuh cita-cita, optimis tinggi, teguh dalam perjuangan dan tentu saja memiliki kedisiplinan luar biasa.
Apa yang membuat Soekarno, Hatta, dan kaum muda pada umumnya kala itu punya nyali melawan Belanda, saya kira bukan semata-mata semangat buta. Mereka juga telah menyiapkan diri untuk menjadi pengelola sebuah negara. Terbukti mereka adalah pembelajar yang disiplin dalam perjuangan.
Orang yang bisa disiplin adalah yang memiliki tujuan jelas, mampu menempatkan hal prioritas dengan komitmen pengaturan waktu yang tegas. Punya kebiasaan harian yang membangun, serta memiliki fokus tinggi dan mental yang sehat, sabar dan tangguh.
Brilian
Nah, pemuda yang memiliki kedisiplinan cenderung akan mampu mengambil keputusan yang tidak saja brilian, tetapi juga selaras dengan nilai-nilai inti dan tujuan mulia jangka panjang. Itu energi mengapa Bung Karno dan Bung Hatta tak gentar memperjuangkan kemerdekaan meski harus berulang kali diasingkan oleh Belanda.
Jadi, disiplin bukan hanya tentang pengendalian diri dan menahan diri secara pribadi; tetapi tentang menyalurkan energi kita sendiri dengan cara yang terfokus dan penuh tujuan.
Bung Hatta
Bicara kedisiplinan kita butuh belajar kepada Bung Hatta. Kala 17 Agustus 1945 pagi, Bung Karno yang semula akan membacakan proklamasi kemerdekaan pukul 10:00 didesak untuk mempercepat. Akan tetapi, Soekarno menolak jika tidak ada Bung Hatta di sampingnya.
Baca Juga: Merdeka dengan Menulis: Warisan Pena Pahlawan & Kekuatan Literasi
Pendek cerita, lima menit sebelum waktu yang telah ditetapkan, Bung Hatta datang. Rakyat yang tak sabar melihat itu lalu berteriak, “Bung Hatta datang, Bung Hatta datang”.
Bung Hatta datang tepat waktu dan selalu begitu. Padahal ke lokasi akan dibacakannya proklamasi Bung Hatta tiba dengan berjalan kaki. Artinya, tingkat kedisiplinan Bung Hatta benar-benar luar biasa.
Bung Hatta mampu menjalani hari-hari dengan aktivitas yang tersusun secara rapi. Bung Hatta tak mengenal istilah jam karet, seperti umum dilakukan para pejabat belakangan.
Konon pernah ada dubes satu negara Eropa mau bertemu Bung Hatta dan terlambat. Bung Hatta pun mengabaikan sang dubes itu, karena pada jam yang telah ditetapkan Bung Hatta punya jadwal berikutnya yang harus segera dilaksanakan tepat waktu.
Abdullah Said
Saya sendiri tidak bisa melepaskan diri dari sosok Abdullah Said. Hal ini juga berkaitan dengan kedisiplinannya yang luar biasa, yang terseok-seok saya mengikutinya.
Dalam 24 jam, sebagai pemimpin, Ust. Abdullah Said mampu mengerjakan banyak hal secara tepat waktu. Mulai dari jadwal rapat, mengontrol kebersihan pesantren, membaca koran, buku, mendengarkan radio, termasuk menulis.
Majalah Hidayatullah yang terbit sampai sekarang, itu buah dari kesadaran beliau akan pentingnya media dan beliau menulis juga di dalamnya. Belum lagi kalau berbicara kedisiplinan dalam hal shalat 5 waktu berjamaah di masjid dan shalat Tahajjud. Itu luar biasa sekali.
Keberhasilan
Jadi, kalau kita mau gali lebih detail ke dalam, apa yang membawa Indonesia pada kemerdekaan? Karena adanya pribadi yang mentalitas juang tinggi dengan kedisiplinan luar biasa.
Jangan tanya bagaimana Bung Karno disiplin, ia menguasai beberapa bahasa dengan kemampuan orator hebat, jelas ia punya kedisiplinan dalam belajar yang tidak biasa.
Begitu pun kalau kita melihat, mengapa Hidayatullah dalam tempo 50 tahun pertama bisa eksis dari Aceh sampai Papua, karena pendirinya memang pribadi yang disiplin tinggi dalam banyak hal.
Jadi, kalau kita hari ini merasa muda dan akan bahagia pada masa mendatang, bahkan mampu menghadirkan kebahagiaan bagi sesama, hal yang harus segera kita periksa dalam diri adalah, apa kedisiplinan yang telah kita asah.*