Mas Imam Nawawi

- Artikel

Pemuda Mau Kemana?

Pemuda mau kemana saya ambil sebagai judul, usai mengisi acara ngobrol peradaban dengan tema “Mencari Kalimatussawa Gerakan Pemuda Indonesia Tempo Kini” yang Pemuda Hidayatullah Depok gelar secara virtual (4/11). Judul ini menghendaki ada sebuah titik temu yang penting berlanjut dengan upaya konkret untuk lahirnya satu kesadaran bersama. Harapannya akan terwujud kesepakatan lalu menghadapi beragam problematika […]

Pemuda mau kemana

Pemuda mau kemana saya ambil sebagai judul, usai mengisi acara ngobrol peradaban dengan tema “Mencari Kalimatussawa Gerakan Pemuda Indonesia Tempo Kini” yang Pemuda Hidayatullah Depok gelar secara virtual (4/11).

Judul ini menghendaki ada sebuah titik temu yang penting berlanjut dengan upaya konkret untuk lahirnya satu kesadaran bersama. Harapannya akan terwujud kesepakatan lalu menghadapi beragam problematika keumatan dan kebangsaan secara kolektif.

Baca Juga: Mengubah Segalanya dari Diri Sendiri

Walaupun sebenarnya, problematika bangsa Indonesia semakin hari semakin bertambah, rumit dan ruwet.

Sebut saja sebagai contoh soal ekonomi dan pendidikan. Negeri yang kaya SDA ini sampai kini hanya mampu berperan sebagai objek dengan komentar cerdas namun tanpa tindakan nyata yang memadai.

Jadi, ada problem kesadaran dan pembacaan yang mendalam terjadi pada sebagian besar pemuda, sehingga kalau ini tidak kita atasi, maka potensi pemuda yang dapat mengguncang dunia tidak akan banyak berperan strategis.

Pemuda justru terjerembab pada posisi budak, yang kapasitas dan kemampuannya hanya jadi persembahan untuk kepentingan manusia atas nama kesejahteraan dan kemajuan.

Oleh karena itu sosok pemuda harusnya sadar bahwa mereka adalah hamba Allah sekaligus khalifah Allah. Bagi mereka idealnya tidak ada perkara penting selain tunduk dan merealisasikan kehendak-kehendak Tuhan.

Pesan Iqbal

Pertanyaannya kemudian apakah di zaman seperti sekarang kaum muda masih kekurangan teori untuk memahami keadaan secara ilmiah guna selanjutnya bergerak nyata?

Jawabannya bisa relatif, tapi secara umum, bisa kita prediksi bahwa jawaban tidak akan mendominasi. Sebab semua ilmu yang dahulu manusia peroleh dengan susah payah sekarang tinggal klik. Apalagi dengan hadirnya AI yang luar biasa.

Perbedaannya adalah cara mendapatkannya. Dahulu perlu perjuangan, sekarang cukup dengan gerakan jemari tangan. Mendapatkannya mungkin jauh lebih cepat, tetapi jiwa yang menerima akan sangat berbeda dengan mereka yang memerolehnya melalui perjuangan.

Jadi, bukan soal fasilitas pemuda hari ini akan lebih baik daripada pemuda masa lalu. Tetapi apakah ada perjuangan yang kita lakukan atau tidak. Oleh karena itu, pesan Iqbal sangat menarik kita renungkan.

Kipaskan sayap mu di seluruh ufuk
Sinarilah zaman dengan nur imanmu
Kirimkan cahaya dengan kuat yakinmu
Patrikan segala dengan nama Muhammad

Artinya perubahan besar berawal dari perubahan kecil, bukan pada diri orang lain, tetapi pada diri sendiri.

Dalam bahasa Iqbal, pemuda harus kuat dan karena itu bisa menebar ide dan kebaikan ke seluruh penjuru bumi.

Dengan apa itu kita lakukan, tiada lain adalah iman, yang mewujud dalam gerak nyata dengan keyakinan yang utuh dan kokoh. Kalau ada kesulitan dan ketidakyakinan, maka lihatlah Nabi kita, yakni Nabi Muhammad SAW.

Revolusi Diri

Pertanyaannya bagaimana diri mampu menjadi sosok yang siap bergerak?

Kalau kembali pada sejarah peradaban Islam, maka harus dimulai dari kebangkitan kesadaran.

Yakni dengan memulai terwujudnya kebangkitan yang dipesankan Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW yakni Iqra’ bismirabbik.

Baca Lagi: Malas Mikir?

Nah, apakah kita telah menjadi pribadi yang gemar membaca? Membaca dengan kekuatan iman dan mendorong proses internalisasi diri dengan utuh, sehingga siap bergerak dengan kesadaran dan kecerdasan yang memadai.

Inilah PR kaum muda hari ini. Yaitu menjalankan perintah pertama Tuhan secara konsisten, yakni Iqra’ Bismirabbik. Bangsa ini akan terus dijajah jika kaum mudanya tidak benar-benar mau berubah. Pada saat itu terjadi, maka akan kemana kaum muda Indonesia?*

Mas Imam Nawawi

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *