Pemuda harus “gila” adalah sub judul yang saya baca pada buku “Buya Hamka Prinsip Hidup dan Mutiara Nasehat Sang Guru Bangsa” oleh Imran Mustofa.
Hal itu untuk menggambarkan betapa Buya Hamka adalah sosok yang sangat senang kepada pemuda. Yaitu pemuda yang punya semangat dan cita-cita.
Baca Juga: Buya Hamka untuk Pemuda Masa Depan
Buya Hamka berkata, “Saya lebih senang dan merasa lebih berfaedah berhadapan dengan dua orang pemuda yang bersemangat dan bercita-cita, yang senantiasa resah dan gelisah, tiada merasa puas, yang hendak memahat batu, yang berkata, “Inilah saya!”
Semangat
Jadi pemuda “gila” itu adalah sosok yang punya semangat sekaligus cita-cita. Indikasinya jelas, ia tak pernah lelah dalam gerakan kebaikan.
Bahkan tidak terbesit dalam dirinya untuk lebih memilih santai daripada berkarya penuh kesungguhan.
Imron pun memberikan contoh dua orang pemuda. Sun Yat sen yang merupakan anak petani dan pada usia 28 tahun telah menanamkan benih kemerdekaan bangsa Tiongkok. Ia memang tidak melihat hasil cita-citanya tapi setelah ia meninggal kemerdekaan itu menjadi kenyataan.
Satu lagi adalah Bung Hatta. Baru usia 26 tahun ia telah memimpin kongres liga melawan imperialisme.
Coba lihat anak usia 26 tahun sekarang. Jangankan melawan ketidakadilan mendapat tawaran menikah saja dia menimbang-nimbang dalam waktu yang begitu panjang. Mungkin tidak semua tapi sebagian mudah kita temukan.
Ambil Peran
Oleh karena itu pemuda bukan sebatas soal usia. Harus kita lihat ke dalam peran apa yang bisa kita ambil.
Kadangkala dalam duduk-duduk santai sambil ngopi ada orang yang usianya sudah senior dia masih mengaku muda.
Tapi sebenarnya bisa kita lihat apakah dia memang punya semangat berkarya seperti anak muda. Kalau dia hanya ingin diakui bahwa walaupun usianya tua wajahnya tetap muda, maka itu bukan sosok pemuda yang sebenarnya.
Namun begitu juga dengan kita yang masih usia muda. Merasa wajahnya masih muda tetapi kiprah dan karyanya seperti orang yang sudah tidak punya daya.
Baca Lagi: Inilah Kisah Istri Buya Hamka yang Sangat Luar Biasa
Tidak memiliki peran. Enggan untuk hadir dalam program kebaikan. Tidak pernah mau aktif dalam organisasi apalagi mau berkorban dan berjuang.
Mungkin itu sepintar nikmat. Tapi sadarlah bawa kebahagiaan itu Allah berikan kepada orang yang mau berlelah-lelah demi kebaikan dan kebenaran atas dasar keimanan. Bukan yang ongkang-ongkang kaki lalu mendambakan kebahagiaan sejati.*