Bicara pemimpin orang biasa langsung ingat posisi presiden di negeri ini, Indonesia. Tidak salah! Tapi itu hanya satu bagian semata dari kehidupan yang kompleks ini. Meski demikian, pemimpin dalam posisi sebagai presiden sangat ditentukan oleh pribadi-pribadi masyarakat dalam perilaku tanggungjawab, pandangan ke depan serta perannya yang terus mengalirkan kebaikan-kebaikan.
Sosok Pemimpin
Bagi Kouzes dan Posner pemimpin itu yang menghidupkan dan memberi napas harapan dan impian para pengikutnya. Kemudian memberdayakan agar mereka tidak kehilangan semangat guna mewujudkan masa depan yang didambakannya. Lebih jauh seorang pemimpin kata Daniel Goleman seorang pemimpin mesti memiliki visi yang kemudian orang bisa disentuh dengan visi itu sendiri, sehingga lahir daya dorong, daya gugah dan daya ubah dalam kehidupan.
Lantas, jika kita tarik dalam realitas saat ini, sudahkah ada yang seperti itu? Rasa-rasanya orang akan sulit mengatakan telah ada apalagi banyak. Bahkan sebuah berita menyebutkan betapa presiden sekarang mendapatkan catatan tebal.
Seperti termaktub di https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200818142328-113-536872/kepemimpinan-jokowi-dikritik-dalam-buku-peneliti-asing Presiden Jokowi dikritik habis dalam buku biografi karya peneliti Lowy Institute, Benjamin “Ben” Bland. Dari penanganan virus corona hingga rencana pindah ibu kota.
Dia menyebut pemerintah Indonesia ‘menunjukkan banyak sifat terburuknya’ seperti mengabaikan nasihat ahli, kurangnya kepercayaan pada masyarakat sipil, dan kegagalan untuk mengembangkan strategi yang koheren”.
Dilansir dari The Sydney Morning Herald, Kamis (13/8), hal itu mengakibatkan munculnya 2 juta pengangguran baru dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus virus corona tertinggi di Asia Tenggara.
Pemimpin dalam Islam
Ada satu pertanyaan menarik, mengapa dalam sejarah peradaban Islam, sejarah para leader visioner selalu hadir dan hidup dalam darah kehidupan generasi ke generasi. Mulai dari Rasulullah Muhammad SAW, empat sahabat terhebatnya, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali serta Umar bin Abdul Aziz dan Muhammad Al-Fatih.
Satu jawabannya karena mereka takut kepada Allah. Rasa takut itulah yang menjadikan mereka memandang harta bukan sebagai barang mewah yang harus dihimpun dan dipeluk erat, sampai-sampai kalau perlu, milik rakyat pun disikat.
Mereka justru hidup bagaimana harta yang beredar dalam diri dan keluarganya benar-benar yang halal, cukup untuk kebutuhan dan tidak berlebih-lebihan, apalagi menyusun cara bagaimana semakin hari semakin banyak kekayaan yang dimiliki.
Sikap mental inilah yang menjadikan para pemimpin dalam Islam tak pernah mati dalam kehidupan umat manusia. Meminjam uraian dalam kajian perusahaan, visilah yang menjadi rahasia sebuah perusahaan bisa bertahan lama atau hanya sebatas umur jagung.
Baca juga : Islam Sebagai Cara Pandang
Mereka, para pemimpin hebat dalam Islam adalah jiwa dengan segenap keistimewaan, mulai dari keberanian, kegigihan dan kecerdasan dalam berjuang. Mereka selalu mampu lulus dari situasi krisis. Menariknya, bukan dengan marah-marah, gonta-ganti pejabat, tetapi dengan satu kata indah, yakni keteladanan.
Di antaranya keteladanan untuk tidak mau menyerah, kedisiplinan, dan tidak berbicara melainkan dibuktikan dengan perbuatan, sehingga orang tidak melihat ada inkonsistensi dalam kepemimpinannya.
Untuk kembali lahirnya pemimpin seperti itu, mau tidak mau harus ada gerakan segar yang dihidupkan dalam kehidupan nyata rakyat Indonesia, yakni kecintaan anak-anak dan kita sendiri kepada ilmu pengetahuan.
Islam memerintahkan kita untuk Iqra’ Bismirabbik, yang dalam Tafsir Salman ITB dimaknai bahwa harus mampu melakukan riset, pengamatan mendalam, bahkan terdepan dalam teknologi untuk dapat membaca secara lebih mendalam, tentu saja dengan dasar keimanan.
Langkah yang tak kalah penting adalah mendidik kesahalehan diri pada anak-anak dan keluarga di rumah. Muhammad Al-Fatih itu sukses menjadi pemimpin karena dari kecil tidak pernah lepas ibadah, sampai pada Tahajud, semalam pun tak pernah ia tinggalkan.
Menemukan Sosok Pemimpin
Berdasarkan uraian di atas, ke depan pemimpin yang harus kita temukan adalah yang memenuhi kriteria-kriteria di atas. Jangan lagi memilih pemimpin karena polesan media, pencitraan, dan beragam hal yang menyilaukan.
Satu rumus yang bisa diterapkan ke depan adalah, lihatlah sejarah sosok yang dicalonkan jadi pemimpin. Apakah benar ia orang yang bisa dipegang ucapan-ucapannya. Apakah benar ia adalah orang yang telah banyak membela kepentingan dan hak rakyat. Apakah benar pemimpin itu beriman dan bertaqwa kepada Allah.
Jika seluruh rakyat Indonesia mulai menyadari hal ini dan kemudian menerapkan dalam upaya menjadikan Indonesia lebih baik dengan menemukan sosok pemimpin yang tepat, insha Allah, kebaikan dan keberkahan akan tercipta. Karena bagaimanapun, suka tidak suka, sosok pemimpin akan sangat mewarnai kehidupan kita semua. Allahu a’lam.
Oleh: Mas Imam Nawawi – Ketua Umum Pemuda Hidayatullah (Bogor, 12 Jumadil Awwal 1442 H)