Pemimpin toxic dalam artikel yang saya baca, biasanya kurang stok empati dalam dirinya. Akibatnya ia bersikap tidak humanis kepada sesama, apalagi kepada bawahan.
Toxic adalah istilah yang biasa orang kenal dalam relasi kerja, pergaulan atau bahkan cinta yang mengandung ketidak baikan (racun).
Baca Juga: Pemimpin Kok Mengeluh dan Mengancam
Pengguna istilah toxic pertama kali adalah Dr Lilian Glass pada tahun 1955 dalam bukunya berjudul Toxic People.
Sederhananya toxic menjelaskan perihal hubungan antar sesama yang tidak saling mendukung dan tidak saling menguatkan dalam keberhasilan dan kebaikan.
Bentuk Toxic Pada Pemimpin
Toxic akan sangat berbahaya kalau ada dalam diri seorang pemimpin. Karena ia suka berperilaku kasar dan menjadi racun bagi kehidupan.
Orang lain akan rentan tertekan, stress bahkan hingga rusak kesehatan fisik dan mentalnya.
Pemimpin toxic biasanya suka menyalahkan bawahan. Kalau ada kebaikan, ia yang maju sebagai yang terdepan.
Selain itu juga sangat mudah tersinggung. Melihat orang dengan cara pandang like dan dislike.
Bagi yang ia suka, ia akan berikan fasilitas bahkan jabatan. Bagi yang tidak suka, maka ia akan merekayasa kondisi agar orang yang tidak ia suka pergi, menjauh.
Kerugian
Pemimpin toxic akan berhenti dari keburukannya kalau ia memahami pesan Nabi SAW untuk saling menyayangi.
“Barangsiapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.” (HR. Muslim).
Hadits itu berasal dari peristiwa seorang Aqra’ bin Habis yang melihat Nabi SAW mencium cucunya, Hasan.
Baca Lagi: Yang Membahagiakan
Ia mengaku kepada Nabi bahwa ia memiliki 10 anak. Akan tetapi tidak pernah mencium satu pun dari mereka. Maka Nabi menjawab dengan hadits tersebut.
Sikap hati mau menyayangi semua menurut penjelasan ulama adalah tanda dari Allah mengampuni dosa-dosa kita.
Jadi, kalau diri ingin berubah menjadi lebih baik, terutama untuk tidak jadi pemimpin toxic, kita harus sadar dan taubat. Lakukan apa yang baik yang Allah perintahkan. Dan, jauhi apa yang buruk yang Allah tidak menyukainya.*