Home Opini Pemimpin Kok Mengeluh dan Mengancam
Pemimpin Kok Mengeluh dan Mengancam

Pemimpin Kok Mengeluh dan Mengancam

by Imam Nawawi

Belakangan kita sering ketemu berita, pemimpin yang kerap mengeluh kemudian mengancam.

Kalau urusan ekonomi, kebaikan untuk masyarakat, biasanya mengeluh. Jangan begini dan begitu, ekonomi pada 2023 tidak sedang baik-baik saja.

Kalau ada keinginan dan tampak seperti masih jauh dari harapan, mereka mengancam. Mungkin kita bisa melihat satu di antaranya adalah demo para kepala desa, yang meminta jabatan semakin panjang. Kalau tidak, parpol yang tidak mendukung aspirasi itu akan dihabisi 2024.

Padahal rakyat boleh jadi akan tidak mendukung para kepala desa itu sebelum mereka menjalankan ancamannya.

Baca Juga: Cara Berpikir Minimal Seorang Pemimpin

Entah mengapa kebanyakan pemimpin masa kini cenderung pandai menuntut, mengeluh dan menebar ancaman. Teori kepemimpinan dari mana yang mereka pelajari?

Bukan Mencari Kekayaan

Kita tidak tahu persis, mengapa pemimpin belakangan suka seperti anak-anak daripada mendewasakan anak-anak (rakyatnya).

Boleh jadi karena ada sebagian orang yang memandang memimpin itu menjabat, karena itu kesempatan untuk bisa menjadi pejabat adalah peluang nyata untuk meraup kekayaan yang melimpah.

Mungkin pikiran-pikiran seperti itu kita toleransi. Tetapi pemimpin pasti akan berhadapan dengan tantangan, yang bukan semata soal posisi jabatannya semata, tetapi juga nasib banyak orang yang berada dalam kepemimpinannya.

Misalnya soal kesehatan, pendidikan dan juga ekonomi. Kalau cara pemimpin memandang masalah sebatas dirinya, maka sadarlah, menjadi pemimpin itu bukan untuk mencari kekayaan pribadi. Akan tetapi menemukan solusi atas segenap problematika yang terjadi.

Efektif

Ketika mental pemimpin sebatas menuntut kenyamanan dan kekayaan, maka apakah mungkin ia menjadi pemimpin yang efektif?

Sadarilah bahwa menjadi pemimpin adalah pekerjaan berat. Butuh kekuatan tenaga, pikiran, waktu sekaligus perasaan untuk menghadapi beragam permasalahan yang datang.

Lebih jauh pemimpin sejatinya adalah pelayan. Namanya pelayan, berarti menjalankan segala titah. Pelayan siapa, tentu saja pelayanan kebenaran, empiriknya, pelayan kesejahteraan rakyat.

Ketika pemimpin mengubah dirinya sebagai penuntut, seketika dirinya masuk dalam kegelapan, karena ia akan mudah menghukum orang yang ia tidak suka.

Baca Lagi: Gunung dan Watak Pemimpin

Ia akan menjadikan bodoh orang yang suka memaniskan wajah di hadapannya. Dan, lebih jauh, ia akan sibuk membangun citra daripada dedikasi bagi orang banyak yang dipimpinnya.

Namun, dalam konteks kehidupan kita saat ini, sebenarnya titik masalah bukan pada siapa yang jadi pemimpin, tetapi bagaimana rakyat memberikan amanah kepada seseorang untuk memimpin.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment