Sahabat, di antara kalian mungkin ada yang bertanya, bagaimana mengatur atau tepatnya menyiasati waktu agar dalam 24 jam banyak hal bisa dituntaskan. Dan, bagaimana ada orang bisa lihai dalam menyiasati waktu.
Kadang seseorang harus siap berhadapan dengan situasi dan kondisi dimana tugas datang bertubi-tubi.
Sebagian akan mengedepankan pilihan mengeluh. Tetapi yang punya visi hidup ia akan tersenyum dan mencoba untuk menuntaskannya dengan sebaik mungkin dengan langkah nyata.
Baca Juga: Jangan Sampai Cepat Pikun
Saat melangkah untuk memulai menyiasati waktu itulah ia mulai berhitung perihal waktu luang. Ia akan fokus melihat apakah waktu luang yang ada dirinya bisa, kaitan dengan lokasi, keadaan tubuh, hingga kemampuan diri berkonsentrasi.
Segera
Rumus menyiasati waktu tidak ada yang baku. Satu hal yang pasti adalah mengamalkan satu kata ini, yakni bersegera.
Jika memang sebelum berangkat kerja atau memulai meeting ada waktu 10 menit untuk membaca, maka membacalah.
Jangan anggap 10 menit terlalu sedikit atau alasan lain yang pada akhirnya membuat kesempatan 10 menit itu benar-benar berlalu begitu saja.
Orang mengatakan hidup adalah soal menyiasati waktu, apakah digunakan seefektif mungkin atau tidak. Orang yang sukses pada akhirnya adalah yang mampu mencicil waktu luang untuk suatu kebermanfaatan nyata.
Manfaatkan Semua
Jika kata segera terus diperhatikan dan mendorong diri tidak pernah terlambat dalam kebaikan, maka pada ujungnya akan lahir satu karakter dimana semua waktu akan benar-benar dimanfaatkan semuanya.
Ibnu Umar berkata, “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.” (HR. Bukhari).
Dengan kata lain, ketika seorang Muslim mengerti apa yang disarankan oleh Nabi Muhammad SAW maka ia akan menjadi orang yang pandai menyiasati waktu.
Tak akan ada satu amanah terbengkalai bagi orang yang benar imannya.
Baca Juga: Berpikir itu Ibadah
Sebab iman tidak semata meningkatkan kualitas ibadah dalam konteks vertikal, tetapi juga meningkatkan kualitas diri seseorang dalam konteks horizontal, muamalah, alias kinerja dalam kehidupan nyata.
Itulah satu alasan mengapa dahulu para ulama dan saintis Muslim dalam keterbatasan teknologi tak pernah kering dari pemikiran, inspirasi, bahkan karya-karya besar.*
Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian