Orientasi makan menjadi judul dalam bahasan kali ini karena dua alasan. Pertama, banyak orang ingin menguasai makanan. Kedua, ada orang tidak mempedulikan bagaimana cara ia mendapatkan makanan untuk dimakan.
Media ramai mengulas tentang langkah Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja atau Perpu Cipta Kerja (30/12/22).
Mari kita nalar secara sederhana saja. Namanya saja Perpu Cipta Kerja, artinya mengatur bagaimana pekerja bekerja.
Baca Juga: Sektor Pangan Penentu Masa Depan Dunia
Berapa hak dan apa kewajiban pekerja, bagaimana pengusaha memperlakukan para pekerja. Hasil dari bekerja adalah upah. Kemudian dari upah itulah para pekerja bisa bertahan hidup, bisa membeli makan, bahkan sampai ke sandang dan papan.
Secara substansi, aturan itu menghendaki satu hal mendasar, yakni bagaimana bisa makan. Akan tetapi, sebagian orang tidak berpikir demikian. Mereka hidup bagaimana menguasai makanan dan orang-orang tunduk karena butuh makan. Inilah yang patut kita sebut dengan orientasi makan.
Makna
Orientasi memiliki arti antara lain adalah pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan.
Coba bayangkan apa yang ada dalam benak orang-orang yang menendang sebuah aturan yang menjadikan orang lain mengalami kerumitan dalam mendapatkan makanan atau bisa makan tapi harus menjadi orang yang kehilangan kedaulatan dirinya?
Padahal kalau mau melihat dengan sederhana, apakah manusia paling kaya di muka bumi ini butuh makan lebih banyak dari orang biasa atau bahkan orang miskin. Kita sering mendengar nasihat, walaupun seseorang memiliki uang Rp. 1 triliun, ia tidak mungkin sarapan pagi hingga 10 Kg beras.
Lalu apa yang mendasari pikiran seseorang ingin menguasai makanan bagi rakyat?
Mengapa orang bekerja bukan semakin mampu mandiri dan berdaya secara ekonomi?
Ini soal-soal elementer bagi kita semua. Mengapa semakin maju industri, manusia semakin terpinggirkan.
Halal
Manusia menghajatkan makanan Allah sangat tahu, bahkan Maha Tahu. Malah sejatinya itu adalah aturan Allah bagi manusia dalam kehidupan fana ini. Oleh karena itu Allah memberikan amanat yang jelas..
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah: 88).
Tafsir Al-Mukhtashar memberikan penjelasan, “Makanlah dari rezeki yang Allah berikan kepada kalian dalam kondisi yang halal lagi baik, bukan dalam kondisi haram, seperti rezeki yang diambil secara paksa atau menjijikkan.”
Baca Lagi: Penguatan Kehidupan Ekonomi Kota ke Desa
Jadi, mencari makan dengan bekerja atau menciptakan lapangan kerja, harus tetap berorientasi pada yang halal lagi baik.
Jika tidak, maka seseorang, siapapun dia, akan kehilangan kemanusiaannya. Karena ia makan dengan memeras keringat banyak orang dengan cara yang buruk.
Perilaku itu tidak saja akan mengundang antipati publik. Tetapi juga mengundang amarah Tuhan.*