Sedari siang hingga sore ini (18/4/25) saya mendapat kesempatan sharing yang mendalam dengan Pak Novi. Dari berbagai tema yang kami bincangkan, satu poin sangat menarik. Yakni perihal hadits Nabi SAW tentang siapa orang yang cerdas. “Inilah definisi cerdas yang benar,” kata Pak Novi dengan mimik penuh semangat.
”Orang yang cerdas adalah orang yang menyiapkan dirinya dan beramal untuk hari setelah kematian. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang jiwanya selalu mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kepada Allah.” (HR. Tirmidzi).
Perenungan dari beliau, orang cerdas yang Nabi SAW maksudkan adalah yang pikirannya, jangkauan pandangannya panjang. Tidak terbatas oleh kemampuan indera bekerja dan kapasitas akal mencerna secara rasional.
“Bayangkan kalau ada orang bisa melihat bahwa harga emas hari ini jatuh. Ia langsung memborong emas. Karena ia memprediksi enam bulan ke depan harga emas akan naik 3 kali lipat. Begitu waktu sampai, ternyata benar. Maka ia menjual emas itu dan untung berkali lipat. Melihat orang begitu saja, orang yang mengetahui akan mengatakan, fulan cerdas sekali,” katanya.
“Padahal, setelah dunia ini ada kehidupan akhirat. Lalu orang yang menjangkau itu akan aktif menyiapkan diri dengan berbagai amal dan ketaatan kepada Allah. Kelak masa akhirat tiba, ia mendapat untung dari segala persiapan yang ia lakukan selama di dunia,” sambungnya.
Artinya, Nabi SAW mengajak kita punya daya nalar yang panjang, visioner, melampaui batasan dunia yang fana ini.
Cerdas Akan Menang
Dalam kata yang lain orang yang cergas menurut Nabi SAW adalah orang-orang yang akan meraih kemenangan.
Allah telah menetapkan keputusan, yang akan menang adalah orang yang bertakwa. Orang bertakwa itu hobinya infak, membantu sesama. Selain itu tidak mudah tersinggung apalagi marah. Sangat suka memaafkan dan senang sekali melakukan kebaikan demi kebaikan. Orang bertakwa itu juga kokoh imannya. Senang mendirikan shalat, tak perlu dipaksa membayar zakat.
Jadi, orang yang pasti menang adalah yang cergas. Orang cerdas tidak mungkin jauh dari takwa.
Dalam kata yang lain, siapa yang menganggap harta, kekayaan, jabatan dan kekuasaan sebagai jalan kesuksesan, dia telah juh dari kecerdasan. Kecuali semua itu ia jadikan sarana untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi. Orang yang menegakkan keadilan dan menebar manfaat bagi seluas-luas manusia.
Cerdas itu Visioner
Dengan demikian kita bisa memahami bahwa orang yang cerdas adalah sosok yang visioner. Kalau ada orang demi uang, jabatan dan kekayaan rela menanggalkan iman dan enggan beramal shaleh, maka sungguh itu bukan kecerdasan.
Kecerdasan adalah miliki orang yang ia memilih takwa karena ia sadar setelah dunia ada negeri abadi, itulah akhirat.
Akhirnya, dari perenungan Pak Novi itu saya mendapatkan pelajaran, bahwa tak ada jalan beruntung dan bahagia, kecuali menjadi orang yang cerdas. Cerdas bukan versi akademik semata, tetapi cerdas yang mendorong diri yakin akan akhirat, lalu sibuk menyiapkan diri.*