Home Kajian Utama Orang Berakal, Itukah Saya?
Orang Berakal, Itukah Saya?

Orang Berakal, Itukah Saya?

by Imam Nawawi

Orang berakal, itukah saya? Dalam buku “Falsafah Hidup” Buya Hamka mengatakan ciri orang berakal (ulul albab) itu pandai memilih perkara yang memberi manfaat dan menjauhi yang akan menyakiti.

Tak peduli sulit atau berat, insan ulul albab akan memilih jalan itu.

Ia tidak akan sama sekali melirik apalagi memilih, jalan yang mudah namun rapuh lagi menyengsarakan pada akhirnya. Menjadi sebab penyesalan baik dunia maupun akhirat.

Baca Juga: Pakai Akal Saja, Bahagia itu Mustahil

Orang ini berakal karena memandang akhirat lebih utama daripada dunia. Kesadaran itu yang membimbing akal dan hatinya teguh dalam iman dan amal sholeh.

Memberi Lebih Dari Dirinya

Namun demikian sebagian orang menganggap orang yang punya akal itu sesuai kedudukan atau posisi dan jabatan.

Semakin tinggi jabatan seseorang atau kedudukannya, semakin lah ia oleh banyak orang dipandang punya akal. Apalagi kalau lulusan kuliah luar negeri.

Itu mungkin tampak benar. Tetapi akal sejatinya tidak ada kaitan dengan kedudukan. Karena berakal atau tidak seseorang ciri paling dangkal bisa kita lihat dari apa yang ia pikirkan.

Jika seseorang dengan kedudukan tinggi sibuk berpikir mendapatkan dari pada memberikan, maka ia orang kecil, otak kerdil, nyali teri.

Indonesia ini bisa merdeka, menurut Gus Baha, karena walaupun miskin, rakyat kala itu mentalnya memberi. Tentara yang masuk ke kampung-kampung mendapatkan bantuan makanan pokok dari warga kampung-kampung.

Warga kampung itu memberi bukan karena ingin mendapat lebih banyak. Tapi itu bukti kita sama-sama ingin merdeka.

Mengapa sekarang negara kondisinya seperti kacau? Karena yang berkedudukan boleh jadi sibuk mendapatkan, bukan memberikan yang terbaik, yang lebih besar dari ukuran tubuh atau bahkan kekayaannya.

Hidup Bermanfaat

Nabi SAW memberikan peringatan bahwa orang berakal itu adalah yang menempa diri menjadi insan penuh manfaat.

Sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberi manfaat luas.

Baca Lagi: Cara Buya Hamka Membangun Jiwa Besar

Buya Hamka pun menegaskan, “Orang berakal hidup untuk masyarakatnya, bukan buat dirinya sendiri.”

Oleh karena itu orang berakal dalam Alquran senang memperhatikan ayat-ayat Allah. Karena yang bisa mempelajari kandungan ayat-ayat Alquran, hanya orang-orang yang berakal (QS. Ali Imran: 7).

Orang berakal itu yang terus berupaya memahami, mencerna dan menyelami makna-makna ayat Alquran dengan cara pandang yang lurus. Kalau diri tak mampu, ia berguru, membaca, atau bahkan tafakkur dan tadabbur.

Sampai di sini, adakah kita termasuk orang berakal?

Jika belum, maka mari kita saling menguatkan dan meneguhkan. Hanya Allah yang Maha Memberi Hidayah.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment