Hidup adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan lika-liku. Terkadang kita berada di atas, menikmati indahnya pemandangan, tak jarang pula kita harus terjerembab, merasakan perihnya kegagalan. Pada situasi inilah optimisme, laksana lentera, menerangi jalan yang gelap, memberikan kita kekuatan untuk bangkit dan melangkah maju. Bagaimanapun optimis memang lebih menguntungkan.
Sikap optimis dalam menghadapi masalah bukanlah bentuk pelarian dari kenyataan, melainkan sebuah strategi jitu untuk bertahan dan berkembang.
Sebaliknya, pesimisme adalah racun yang perlahan-lahan menggerogoti jiwa, melemahkan semangat, dan menutup pintu-pintu kesempatan.
Kerugian Pesimis
Orang yang terbiasa pesimis akan mudah kehilangan kepercayaan diri. Terutama ketika berhadapan dengan tantangan dan persaingan.
Mereka cenderung melihat masalah sebagai tembok raksasa yang tak tertembus, alih-alih sebagai anak tangga untuk mencapai puncak yang lebih tinggi.
Lebih parahnya lagi, pesimisme dapat menjerumuskan seseorang pada perasaan rendah diri, merasa tidak berharga, dan selalu cemas.
Akibatnya, mereka kehilangan gairah untuk maju, terkungkung dalam sangkar ketakutan, dan akhirnya tertinggal dalam perlombaan kehidupan.
“Pesimisme membawa pada kelemahan, optimisme pada kekuatan,” tegas William James, filsuf dan psikolog terkemuka Amerika.
Mengambil Ibrah, Bukan Menganiaya Diri
Lalu, bagaimana agar kita senantiasa optimis? Kuncinya adalah dengan mengambil ibrah, pelajaran berharga, dari setiap masalah yang kita hadapi.
Setiap tantangan, setiap kegagalan, sesungguhnya adalah guru terbaik yang mengajarkan kita tentang arti ketahanan, kegigihan, dan kearifan.
Alih-alih meratapi nasib, jadikan masalah sebagai batu loncatan untuk menjadi pribadi yang lebih kuat dan bijaksana.
Seringkali, tanpa sadar kita justru menganiaya diri sendiri. Bentuknya bisa bermacam-macam. Pertama, dengan melakukan hal-hal negatif yang merugikan diri sendiri, seperti terjerumus dalam perilaku adiktif, atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama.
Baca Juga: 3 Langkah Agar Selalu Optimis
Kedua, dengan tidak melakukan hal-hal positif yang seharusnya kita lakukan. Ini juga termasuk kategori menganiaya diri.
Menunda-nunda pekerjaan, membuang-buang waktu untuk hal yang sia-sia, atau mengabaikan kesempatan untuk berbuat baik, adalah contoh nyata bagaimana kita menyia-nyiakan potensi dan mengkhianati diri sendiri.
Terlebih lagi di bulan-bulan haram (mulia) seperti Rajab ini, sudah sepatutnya kita meningkatkan amal kebaikan, bukan justru sebaliknya. Ibnu Abbas, sahabat Nabi yang terkenal dengan keluasan ilmunya, mengingatkan kita untuk tidak menyia-nyiakan empat bulan mulia tersebut dengan tidak melakukan kebaikan.
Kunci Menuju Masa Depan Gemilang
Sebagai pengingat, marilah kita renungkan firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 1.
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datangnya).”
Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu telah diatur oleh Allah SWT, dan tugas kita adalah berusaha sebaik mungkin, diiringi dengan doa dan tawakal. Dengan optimisme, kita melangkah dengan penuh keyakinan, bahwa di balik setiap kesulitan pasti ada kemudahan, dan di balik setiap tantangan, tersembunyi peluang untuk tumbuh dan berkembang.
Mari kita pupuk optimisme dalam diri kita, dan jadikan ia sebagai kompas yang menuntun kita menuju masa depan yang gemilang.
Seperti yang diungkapkan oleh Winston Churchill, Perdana Menteri Inggris di masa Perang Dunia II, “A pessimist sees the difficulty in every opportunity; an optimist sees the opportunity in every difficulty.” (Seorang pesimis melihat kesulitan dalam setiap kesempatan; seorang optimis melihat kesempatan dalam setiap kesulitan).
Dan juga, Deng Xiaoping, pemimpin besar Tiongkok, pernah berkata, “Tidak masalah apakah kucing itu hitam atau putih, selama ia bisa menangkap tikus.”
Maksudnya adalah, dalam perubahan yang cepat dan kompetitif, kita harus melepaskan fiksasi yang tidak perlu, yang terpenting adalah bagaimana agar tetap bisa bertahan dalam perubahan yang dinamis.
Dengan semangat optimis, mari kita songsong hari esok yang lebih baik, penuh dengan harapan, dan keyakinan bahwa kita mampu meraih cita-cita dan menggapai ridha-Nya.*