Ketika orang sedih di dunia, maka boleh jadi ia lupa, bahwa hari demi hari di alam ini hanyalah media menuju akhir kehidupan. Kata orang nikmati saja hidup ini sebagai perjalanan, karena dunia hanyalah fana.
Pun begitu, saat orang senang bahkan jumawa di dunia ini, maka ia telah kehilangan fungsi utama akal dan hati, sehingga berpikirnya pun kian hari kian menimbulkan kerusakan bagi kehidupan orang banyak.
Jiwanya dikepung oleh angkara murka, sehingga hidup baginya hanyalah soal mengumbar hawa nafsu dalam bentuk keserakahan, kesewenang-wenangan dan tentu saja kebengisan.
Baca Juga: Bagaimana Anak Pejuang Bisa Menyimpang?
Tidak perlu kita terbang sampai masa Firaun di era Nabi Musa Alayhissalam. Tengok saja sejarah negeri ini sejak merdeka, tahun 1945 hingga 2021. Betapa mereka yang awalnya gagah namun pongah, harus mengakhiri masa jayanya dengan perih dan lemah.
Hidup memang benar-benar sebuah perjalanan. Oleh karena itu, Islam memberikan bimbingan terang bahwa dalam hidup ini kita butuh dua bekal utama, yakni sabar dan syukur.
Miliki Pakaian “Hangat”
Dalam hidup ini, utamanya di Indonesia kita diperhadapkan dalam dua keadaan, yaitu musim panas dan musim hujan. Tentu saja kita bisa ibaratkan itu sebagai keadaan hidup susah dan senang.
Dalam masa dingin, kita butuh pakaian hangat. Dalam musim panas kita butuh pakaian yang bisa melindungi diri dari terik. Dan, dalam perjalanan hidup, pakaian itu pun ada, bahkan bisa kita gunakan tidak saja dalam dua musim tadi, tapi juga bisa sepanjang hayat, yakni pakaian taqwa.
Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS. Al-A’raf: 26).
Menurut sebagian ulama, pakaian itu ada dua jenis. Pertama pakaian lahir, seperti baju kita. Kedua, pakaian batin. Pakaian batin itu tidak lain adalah taqwa.
Dalam satu kisah sahabat disebutkan bahwa takwa itu artinya hati-hati. Ya, hati-hati seperti seseorang dalam keadaan berjalan di atas jalan yang penuh onak dan duri. Tentu ia tidak mau kakinya terluka, apalagi sampai tertusuk, jatuh dan kemudian gagal dalam menapaki perjalanan.
Dalam hidup ini hakikatnya demikian. Orang yang bertaqwa tidak akan pernah teralihkan fokusnya dari kehati-hatian yang diperlukan, seperti menjaga iman, mengamalkan kriteria-kriteria taqwa.
Akibatnya ia tak mudah tumbang karena dicaci. Tidak mudah terbang kariena dipuji. Baginya cukup Allah yang mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Yang pasti, semakin berjuang untuk membersihkan pakaian taqwa semakin tenang dan bahagia hidup ini. Bahkan lebih jauh dapat memberikan kontribusi bagi sesama.
Sebaik-baik Bekal Perjalanan
Lebih dari sekedar pakaian, taqwa adalah bekal terbaik dalam meniti kehidupan fana ini.
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah: 197).
“Bekal yang sebenarnya yang tetap mesti ada di dunia dan di akhirat adalah bekal taqwa, ini adalah bekal yang mesti dibawa untuk negeri akhirat yang kekal abadi.
Bekal ini dibutuhkan untuk kehidupan sempurna yang penuh kelezatan di akhirat dan negeri yang kekal abadi selamanya.
Siapa saja yang meninggalkan bekal ini, perjalanannya akan terputus dan akan mendapatkan berbagai kesulitan, bahkan ia tak bisa sampai pada negeri orang yang bertakwa (yaitu surga). Inilah pujian bagi yang bertakwa.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 92). Demikian ditegaskan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Baca Juga: Masa Muda Harus Berprestasi
Dengan demikian, terang bagi orang beriman bahwa hidup di dunia ini bukan fokus pada masalah, tapi kekuatan jiwa yang dapat menyelesaikan masalah, apalagi kalau bukan taqwa.
Orang bertaqwa akan mudah memaafkan, karena memang dirinya lapang dada. Orang bertaqwa akan sungguh-sungguh dalam bekerja, karena memang cukup Allah baginya yang menyaksikan. Jadi, ia sama sekali tidak gusar, risau apalagi galau kala ada manusia lain yang membenci, menyukai atau apapun. Prinsipnya beribadah kepada Allah dengan sebaik-baiknya.
Mas Imam Nawawi_Perenung Kejadian
Kereta Argo Bromo Anggrek, 16 Jumadil Akhir 1442 H