Home Kajian Utama Nikah, Kadang Kita Lupa Sebagai Apa dalam Berpikir
Nikah Kadang Kita Lupa Sebagai Apa dalam Berpikir

Nikah, Kadang Kita Lupa Sebagai Apa dalam Berpikir

by Imam Nawawi

Tema ulasan kita sekarang adalah tentang kondisi sebagian orang yang sering lupa berpikir sebagai apa, utamanya dalam hal nikah.

Soal menikah, misalnya. Benarkah kita berpikir sebagai Muslim secara utuh?

Apakah ada pertimbangan-pertimbangan yang tidak substansial, yang tidak semestinya sebagai Muslim dipermasalahkan?

Menikah dalam Islam cukup sederhana dan tidak wajib menghambur-hamburkan uang.

Baca Juga: Bismillah Menikah

Sederhana dalam pengertian menikah karena ingin menegakkan agama. Bukan gengsi, bukan wah, dan bukan-bukan yang lainnya.

Akan tetapi mengapa orang belakangan seperti harus kesulitan kala ingin menikah?

Keputusan Odong

Saya kira keputusan Odong alias Muhammad Chandra Gumelar (32) penting jadi perhatian kita.

Ia memilih menikah dengan Putriyani pada 22 Februari 2021 di KUA langsung. Jadi menikah nol Rupiah. Itulah yang Koran Tempo lansir pada edisi 11 Februari 2023.

Pernikahan Odong jadi perbincangan banyak orang. Hal itu karena Odong memposting foto nikahnya yang berlatar pohon pisang di pekarangan KUA Mampang Prapatan.

“Unggahan bertema nikah gratis itu disukai sekitar 28 ribu orang, memancing 1.783 komentar, dan disebarkan 8010 kali,” tulis Tempo.

Menikah di KUA kata narasumber lain tempo prosesnya cepat, simpel, tapi penuh makna.

Jadi, menikah sebenarnya soal visi, niat, dan tekad.

Kalau dalam hal menyempurnakan iman ini harus tertunda karena hambatan budaya atau hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pernikahan, sungguh amat kita sayangkan.

Nikah barokah

Jauh sebelum ada kisah Odong yang menjadi konten media Tempo, Pesantren Hidayatullah telah memiliki agenda rutin, “Nikah Barokah.”

Pernikahan yang antara pasangan pria dan wanita tidak saling mengenal, tidak pernah pacaran, tetapi siap untuk mengikat janji suci, menempuh rumah tangga sebagai sajadah panjang dalam ibadah, dakwah dan tarbiyah umat.

Dalam pernikahan itu satu hal yang substansi bukan uang. Sejauh pasangan pria telah terampil dan memiliki skill untuk bekerja, mencari nafkah, maka menikah sudah bisa.

Bukankah dalam berumah tangga itu aspek paling penting adalah agamanya, kata Nabi SAW.

Kalau seseorang bagus agamanya, punya rasa tanggung jawab dan bisa mencari penghasilan dengan skill atau ilmunya, maka itu sudah cukup.

Nikahbarokah merupakan cara KH. Abdullah Said selaku pendiri Hidayatullah menjawab problem sosial, sulitnya anak muda menikah, sehingga pacaran merajalela, perzinahan dimana-mana.

Muslim Kaffah

Dari sini kita mengetahui bahwa jadi Muslim harus kaffah.

Kata kaffah itu tidak melulu identik dengan Islam khilafah. Tetapi bagaimana diri kita sebagai Muslim seharusnya berpikir.

Pada hal yang tidak perlu rumit, maka mengapa kita harus pusing. Terhadap sisi yang Allah telah jamin, mengapa kita harus ragu.

Baca Lagi: Cinta yang Membunuh

Menikah itu perintah Allah. Jadi, kalau ada pria mau menikah, berarti ia sedang ingin melaksanakan perintah Allah.

Logikanya, kalau seseorang berusaha menjalankan perintah Allah, apakah Allah akan diam saja?

Sungguh jika kita benar-benar yakin kepada Allah, jalan kebaikan itu akan Allah buka.

Tapi sayang, sebagian orang mengedepankan akal pikirannya yang lemah, sehingga lambat atau menunda-nunda untuk menikah. Padahal secara usia memang sudah waktunya untuk melakukannya.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment