Bicara niat mungkin kita sangat akrab kalau korelasinya dengan ibadah. Ternyata dalam hal ilmu, niat pun benar-benar menentukan.
Bukan semata-mata ilmu dalam hal belajar dan mengamalkan ilmu, tetapi juga dalam soal mengapa sebuah ilmu hadir, patut diterima atau sebaliknya, patut ditolak.
Baca Juga: Rumus Bahagia
Seperti hermeneutika, ini adalah ilmu yang dari sisi asumsi – ketika hendak diarahkan pada Alquran – benar-benar jauh dari niat objektif.
Kasus Hermeneutika
Syamsuddin Arif menerangkan hal itu dalam bukunya Orientalis dan Diabolisme Pemikiran bahwa di dalam hermenutika ada beberapa asumsi fatal yang memastikan bahwa ilmu itu wajib ditolak oleh umat Islam.
“Ia (hermeneutika) mengandung sejumlah asumsi dan konsekuensi.” Kemudian lebih lanjut disampaikan.
Pertama, hermeneutika menganggap semua teks adalah sama, semuanya merupakan karya manusia. Sebuah asumsi yang lahir dari pengalaman buruk Barat dengan Bibel.
Kedua, hermeneutika menganggap setiap teks sebagai ‘produk sejarah’ – sebuah asumsi yang sangat tepat dalam kasus Bibel, mengingat sejarahnya yang amat problematik.
Asumsi itu kata Syamsuddin tidak berlaku untuk Alquran yang kebenarannya melintasi batas-batas ruang dan waktu (trans-historical) dan pesan-pesannya ditujukan kepada seluruh umat manusia (hudan linnas).
Ikhlas
Dengan demikian, hermeneutika sebagai ilmu benar-benar memiliki asumsi yang tidak tepat. Yang jika diteruskan dan dipaksakan untuk mengkaji Alquran, maka hermeneutika akan menjadi satu niat yang destruktif bagi keimanan dan kesehatan berpikir seorang Muslim.
Oleh karena itu, kesimpulan Syamsuddin Arif sangat jelas dan tegas.
“Karena itu, bagi cendekiawan mukmin, hermeneutika lebih tepat kalau dikategorikan sebagai musibah ketimbang hikmah.” (halaman 184).
Dengan demikian maka niat harus benar-benar diperhatikan. Jangan sampai terjebak oleh sebuah sistem berpikir atau metodologi yang keliru dalam pandangan iman.
Baca Lagi: Menang Butuh Kesiapan
Sebab, ketika manusia salah niat, maka ia akan sampai pada kesesatan.
Oleh karena itu niat harus benar-benar diprioritaskan di dalam kehidupan ini, disusul dengan keikhlasan dan kesesuaian dengan nilai-nilai Islam, agar Allah senantiasa membimbing kehidupan kita.*
Mas Imam Nawawi