Home Kajian Utama Negeri Tepi Jurang
Negeri Tepi Jurang

Negeri Tepi Jurang

by Imam Nawawi

Mewawas kondisi Indonesia, kadang saya menemukan jalan pikiran terang, bahwa negeri ini sedang di tepi jurang. Tetapi benarkah? Saya masih memiliki banyak celah untuk memandang optimis.

Kalau kita melihat narasi media, soal korupsi, kekerasan, dan “makar-makar” gelap akan konstitusi, memang sepertinya negeri ini seakan benar-benar ada di tepi jurang.

Tetapi, saya selalu insaf, bahwa tanpa malam, dunia tidak dapat berjalan dengan baik bagi semesta.

Baca Juga: Mengapa Kekayaan Pejabat Disorot?

Jadi, sebenarnya awan gelap yang mengatapi negeri kita, tidak menandakan bahwa mentari telah benar-benar tiada.

Kita harus bergerak ke sisi yang aman. Suarakan kebenaran agar mereka yang buta akan kekuasaan Tuhan sadar lalu melihat dan melangkah ke jalan kebenaran.

Jika kemudian masih ada yang sengit pada suara-suara itu, maka biarkanlah. Biar saja ia memilih jalan kesengsaraan, melompat dari tebing menuju dasar jurang, seirign dengan langkah-langkah gilanya mencari keselamatan palsu.

Buah Pragmatisme

Mengapa banyak orang bergelar pendidikan tinggi, duduk pada posisi strategis menjadi gila akan harta?

Mungkin satu jawabannya adalah pragmatisme. Sebuah aliran berpikir yang membolehkan apa pun diterima sebagai kebenaran, sejauh memberi manfaat praktis.

Seorang mahasiswa butuh laptop, tetapi ia belum memiliki uang, maka ia akan berdoa. Idealismenya masih kuat dan jalan maksiat tidak terbentang.

Tetapi bagi orang yang memiliki jabatan, idealismenya telah luntur, maka ia seringkali menghasratkan barang yang tidak ia butuhkan. Dan, untuk gengsi ia bisa melakukan apapun, kuasa ada, semua bisa ia kendalikan.

Jadi, mau apa sekarang, saat ini juga bisa jadi kenyataan. Hanya saja orang seperti ini cepat atau lambat akan terpelanting karena kakinya tersandung.

Persis seperti yang Butet Kartaredjasa tulis dalam opini Kompas (18/3/23).

Bahwa rentetan peristiwa tragis yang melanda negeri ini, mulai dari Kanjuruhan sampai pada syubhat uang Rp. 300 triliun. Semua berangkat dari kepongahan manusia, hingga lupa pesan leluhur.

“Eling sangkan paraning dumadi” yakni “Ingatlah selalu asal-muasal keberadaan dan eksistensimu.”

Taubat

Langkah terbaik telah Tuhan berikan, bahwa untuk selamat, kita harus segera mengerem laju pikir dan perbuatan destruktif. Dalam bahasa agama, berhenti dari segala pikiran dan tindakan dosa.

Betapapun manusia membutuhkan uang atau kekayaan, cara mendapatkan dengan melakukan dosa itu akan merugikan. Itu pasti.

Baca Lagi: Berikan Cintamu

Sekalipun manusia hidup dalam kondisi ekonomi apa adanya, sejauh ia tidak merusak apapun, apalagi merugikan orang lain, ia akan beruntung dan bahagia. Sekali lagi, itu pasti.

Jika hal itu jadi kesadaran para pejabat negeri, pengusaha dan seluruh pemangku jabatan tinggi negeri, maka perlahan kita akan semakin jauh dari kehancuran. Semakin melebar dari bibir jurang.

Sekarang hal yang sangat mendesak perlu kita hadirkan hanya satu saja, yaitu kejujuran. Mau selamat atau terus masuk jurang. Pilihan ada pada kita semua.*

Mas Imam Nawawi

 

Related Posts

Leave a Comment