Home Opini Nahkoda Visioner

Nahkoda Visioner

by Imam Nawawi

Ibarat sebuah kapal bangsa Indonesia sangat menghajatkan hadirnya nahkoda yang visioner. Ia tidak terjebak realitas yang ada.

Dengan begitu keputusan-keputusan yang hadir bukan sekedar merespon fenomena hari ini, secara tergesa-gesa dan emosional. Tetapi juga mampu mengemas masa depan.

Lazimnya kapal benar-benar dalam kendali nahkoda yang mengerti visi, tempat tujuan dan membawa semua penumpang ke pantai harapan.

Akan tetapi, dalam kenyataan tak setiap kapal benar-benar memiliki nahkoda yang cakap. Kita lihat belakangan, bagaimana banyak bahtera oleng karena kena topan hutang dan integritas nahkoda yang rendah.

Baca Juga: Indonesia yang Kian Memburuk – Mas Imam Nawawi

Dalam konteks perjalanan demokrasi Indonesia, hal itu (belum hadirnya nahkoda visioner) boleh jadi karena ketidakdewasaan para pemimpin partai yang dalam berpolitik lebih mengutamakan kepentingan kelompok belaka.

Pada saat yang sama, para penumpang (yakni rakyat) juga tidak memahami apa arti pemilu, sehingga mereka seperti buih di lautan, bergerak dengan tiupan angin, sama sekali tidak mampu memiliki sikap independen. Terkena serangan fajar, mereka oleng dan tersingkirkan.

Peluang Demokrasi

Sebenarnya demokrasi memberi peluang besar bagi bangsa ini mendapatkan nahkoda yang visioner. Dengan catatan literasi masyarakat tentang politik memang cemerlang.

Era itu pun kini terbuka, seiring dengan kemajuan internet yang menyajikan ragam media komunikasi yang interaktif, menjadikan berita bukan semata dari media massa, sebagaimana dahulu pernah terjadi.

Pertanyaannya, kesadaran mereka yang mampu jadikan internet sebagai sarana edukasi itu apakah telah sampai pada kesadaran membangun gelombang yang mencerdaskan rakyat.

Pihak yang cenderung tidak kompeten dalam “menawarkan” sosok nahkoda visioner terus-menerus menaburkan propaganda bahwa calon mereka kompeten, cinta rakyat dan sebagainya. Jika rakyat tidak memiliki filter yang baik, boleh jadi mereka akan terseret kembali pada kerugian seperti selama ini dialami.

Oleh karena itu, mari jadikan peluang demokrasi sebagai sarana untuk membangun kecerdasan rakyat. Hadirkan terus konten yang membuat rakyat melek dan sadar serta meningkat literasi politiknya.

M. Natsir menyimpulkan bahwa demokrasi yang ada di INdonesia cukup memiliki anti toxine (obat penawar) untuk memberantas penyakit-penyakit yang melekat dalam pertumbuhannya (Lihat Biografi Mohammad Natsir, Kepribadian, Pemikiran, dan Perjuangan halaman: 499).

Syaratnya adalah kita juga mesti aktif dalam proses demi proses demokrasi itu sendiri, termasuk mengedukasi diri dan masyarakat agar sadar bahwa demokrasi selalu menyediakan peluang untuk kita menyiapkan “nahkoda” visioner itu.

Independen dalam Berpikir

Belakangan beragam pihak memulai aksinya membeberkan bahwa A adalah nahkoda yang tepat pada 2024. Yang lain mengatakan B adalah nahkoda yang tepat.

Untuk meyakinkan publik beragam survey pun dihadirkan, sehingga tampak bahwa argumen dan opini mereka ilmiah dan patut untuk jadi pertimbangan.

Baca Lagi: Hadirkan Kecerdasan Ekstra – Mas Imam Nawawi

Sebagai rakyat, walau dengan cara sederhana, kita harus memiliki yang namanya independensi dalam berpikir.

Jadi, untuk memilh nahkoda visioner kita harus punya ruang meragukan seluruh jenis berita yang muncul di media.

Hal ini agar kita tidak membeli kucing dalam karung. Lebih jauh, kalau kita dalam hal memilih calon nahkoda hanya bersumber dari referensi berita, sangat besar kemungkinan kita akan menyesal.

Lalu bagaimana langkah terbaiknya? Melakukan pengamatan secara langsung, menghimpun data dan melakukan perbandingan sendiri.

Setidak-tidaknya, ketika kita mengenal nama seorang calon nahkoda, kita tahu dia siapa berdasarkan pengamatan dan pengetahuan diri sendiri. Jadi tidak karena kata ini dan kata itu.

Hanya dengan cara itu, ke depan nahkoda visioner untuk bahtera bernama Indonesia ini dapat kita hasilkan dari pemilu yang rutin berjalan lima tahunan. Jika tidak, maka kita akan selalu jadi domba yang setiap pemilu beradu, kemudian setelah nahkoda terpilih, menderita sama-sama. Na’udzubillah.*

Official Website Pemuda Hidayatullah | pemudahidayatullah.or.id

Related Posts

Leave a Comment