Momen pagi ini (10/8) memang saya tunggu. Bahkan saya masuk ruang zoom pertama sekali. Dan, benar, saya sangat senang, karena Ustadz Muzakkir Usman, Ph.D benar-benar sukses menghentakkan kesadaran.
Tema diskusi “Iqra Bismirabbik: Nalar Berpikir dan Etos Kerja” ternyata juga menarik perhatian Dr. Ustadz Abdul Aziz QM.
Baca Juga: Pemuda Islam Perlu Menguasai Data
Sekalipun beliau terlambat karena baru turun dari masjid, namun beliau tetap sangat menikmati paparan direktur Hidayatullah Institut itu.
Komparatif-Komprehensif
Ustadz Muzakkir Usman, Ph.D berhasil menyentak kesadaran peserta kajian karena menerapkan metode komparatif-komprehensif dalam paparannya.
Beragam data empiris, fakta-fakta ekonomi, sosial, pendidikan, semua didudukkan secara “konfrontatif” dengan konsep berpikir wahyu.
Namun, sekalipun secara normatif dan historis bahkan saat ini wahyu tak mungkin tertandingi oleh kemajuan manusia yang berpikir dengan konsep “anti wahyu” dalam realitanya, umat Islam, terkhusus di Indonesia belum menyerap seutuhnya energi wahyu itu sendiri.
Kualitas membaca, matematika dan sains umat Islam Indonesia berada pada posisi yang tidak menggembirakan. Artinya, Indonesia menghadapi problem pendidikan yang serius.
Dari sisi administrasi, guru yang berijazah sarjana (S1/D4) untuk SD-SMK masih belum 100%. Masih ada guru memiliki ijazah di bawah sarjana. Guru SD sebanyak 21%, SMP 14%, SMA 5% dan SMK sebanyak 9%.
Infinite Scroll
Belum lagi realitas sosial psikologis siswa, yang mana 41% mengalami perundungan. Indonesia berada pada posisi ke-5 dari 78 negara. Benar-benar memprihatinkan, bukan?
Lebih menyedihkan lagi, media sosial, sebagian besar umat Islam ternyata terjebak pada budaya infinite scroll.
Menurut laporan dari firma riset data.ai, Indonesia menempati posisi pertama dalam lingkup masyarakat yang paling banyak kecanduan scrolling handphone (HP).
Infinite Scrolling atau pengguliran tidak terbatas telah menjadi perilaku dominan sebagian netizen Indonesia.
Media sosial cakap dalam menyihir orang, sehingga bisa terus nge-scroll ke bawah dan mengonsumsi konten-konten yang ada.
Itu semua terjadi karena meledaknya media sosial, termasuk Tiktok.
Survei dari Pew Research Center tahun 2022 menunjukkan 67 persen remaja menggunakan TikTok. Sedangkan 16 persennya membuka TikTok secara terus-menerus.
Baca Lagi: Menyingkirkan Penjajah Peradaban
Itu tidak saja membuat anak-anak yang menentukan wajah umat, bangsa dan negara, kehilangan waktu membaca Alquran dan belajar lebih serius, tetapi juga akan kesulitan keluar dari candu media sosial.
Impact
Kalau saya mau uraikan secara keseluruhan, tentu media ini akan membuat Anda lelah membacanya.
Akan tetapi saya akan ambil satu ungkapan dari materi Ustadz Muzakkir Usman, Ph.D.
“Kaum Muslimin perlu meningkatkan “resources” dalam memberi impact terhadap kemajuan umat.”
Artinya perlu langkah strategis. Hanya saja berupa apa? Inilah yang sepertinya Ustadz Muzakkir Usman, Ph.D perlu paparkan pada masa-masa mendatang.
Saya sendiri menyampaikan pertanyaan bagaimana menghadirkan “gua hira” yang relevan agar resources yang memberi impact kemajuan umat itu terwujud.
Perlu satu model bahkan metode kekinian, sehingga generasi umat ke depan bisa menghadirkan kekuatan kesadaran setara nuklir, yang sekali siar, membuat banyak orang tercerahkan.*