Siang hari saya ke lantai 3 Gedung Pusat Dakwah Hidayatullah (25/10). Karena mendapat tawaran kopi khas dari Ustadz Nursyamsa Hadis, saya pun sejenak duduk menikmati kopi hitam gula merah. Tak lama saya membaca artikel penulis Jeremi Suri dan William Inboden yang bicara krisis kepemimpinan. Tak lama muncul lintasan, “Muslim itu (idealnya) Memimpin.”
Argumen normatifnya adalah doa yang Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail panjatkan kepada Allah Ta’ala, yakni permohonan untuk Allah kirimkan utusan (Rasul) yang memimpin dengan memberi petunjuk dalam manusia menjalani kehidupan (QS. 2: 129).
Baca Juga: Kepemimpinan Tidak Gratis
Selanjutnya argumen historis dari keputusan para sahabat Nabi SAW yang mengutamakan urusan kepemimpinan saat jenazah Rasulullah SAW belum dimakamkan.
Dua hal itu menunjukkan kepada kita bahwa urusan kepemimpinan memang sangat substantif dalam Islam dan dalam kehidupan umat Islam. Jadi, wajar kalau dahulu, umat Islam “selalu” tampil memimpin, baik dalam urusan politik hingga ilmu dan kemajuan teknologi.
Krisis Terbesar
Jeremi Suri dan William Inboden bertanya dalam artikelnya itu. “Why leadership is the most dire crisis we face.”
Artinya dua orang itu paham bahwa ternyata krisis terbesar yang manusia hadapai adalah krisis kepemimpinan. Bukan krisis batu bara atau pun lainnya, tetapi krisis kepemimpinan.
Tentu saja pemimpin yang ada harus memiliki karakter inti seperti Abraham Lincoln’s pernah sampaikan.
Yakni memiliki kemampuan menginsipirasi, memberikan harapan, dan membangun mental keberanian serta integritas.
Jika tidak, Lincoln’s menegaskan, “If she cannot inspire you with hope, courage, and integrity, your party’s nominee does not merit your support.”
Sederhananya krisis kepemimpinan dalam akan menghambat kemajuan dan memperparah keprihatinan. Mulai dari kemiskinan yang terus meningkat dan ketidakadilan yang merajalela. Dan, itu jauh lebih buruk daripada sekawanan gajah merusak tanaman petani.
Langkah
Menyimak uraian kali ini, tidak ada yang perlu kita rumuskan secara matang selain daripada langkah bagaimana agar tidak terjadi krisis kepemimpinan.
Pemimpin bukan lagi soal dilahirkan atau dibentuk. Pemimpin harus kita siapkan sebaik mungkin.
Baca Lagi: Yang Membahagiakan
Oleh karena itu para senior umat harus melihat potensi anak muda, bimbing dan arahkan mereka siap melanjutkan amanah kepemimpinan umat, bangsa dan negara.
Kita telah banyak melihat pemimpin besar, yang ketika mereka tiada, maka dalam tempo 25 hingga 50 tahun, belum ada sosok yang siap melanjutkan kepemimpinan yang sama seperti dirinya. Inilah PR nyata kaum Muslimin.*