Home Berita Mudahnya Manusia Menukar Iman dengan Imbalan
Mudahnya Manusia Menukar Iman dengan Imbalan

Mudahnya Manusia Menukar Iman dengan Imbalan

by Imam Nawawi

Hari masih dingin, bahkan matahari masih tampak enggan menunjukkan sinarnya. Tapi hati dan kepala ini rasanya langsung panas. Betapa manusia ternyata memang mudah sekali menukar iman dengan yang namanya imbalan.

Kondisi itu terjadi kala membaca berita tentang seorang wanita (CS) yang tega menjual sepupunya AP (berumur 13 tahun) kepada pria hidung belang. Berita selengkapnya ini.

Kini CS harus menerima akibat dari tindakannya menjual sang sepupu.

Baca Lagi: Belajar Iman dari Dhimam

Pihak kepolisian dalam hal ini Kapolresta Gorontalo Kota, Kombes Pol Ade Perdana mengatakan minimal akan kena hukuman 3 tahun penjara, maksimal 15 tahun. Juga akan kena denda minimal Rp. 120 juta dan maksimal Rp. 600 juta.

Padahal, saat CS menjual sang sepupu, ia hanya mendapat imbalan Rp. 50 ribu. Uang tak seberapa itu telah membutakan hati CS sampai tega merusak masa depan AP.

Solidaritas

Melihat peristiwa seperti ini, umumnya orang akan menyalahkan pihak bersangkutan. Akan tetapi, mungkin kita bisa kembangkan, mengapa sampai terjadi fakta seperti itu.

AP datang ke CS minta bantuan agar dapat pekerjaan. CS bukan berusaha menemukan pekerjaan, malah menjual AP. Boleh jadi CS memang tidak kapasitas untuk hal itu.

Artinya dalam masyarakat ada individu-individu yang berada dalam kondisi sulit secara ekonomi. Sayangnya tak semua yang dalam kesulitan itu memiliki cukup kekuatan spiritual, sehingga jalan pintas jadi andalan.

Pihak yang lemah, katakan seperti AP, rentan jadi alat, dikorbankan untuk kepentingan sesaat yang menghancurkan jiwa dan raganya bahkan masa depannya.

Bagaimana memutus rantai yang membelit seperti itu?

Siapa yang harus peduli?

Tak ada cara lain, kecuali kembali menguatkan solidaritas antar sesama. Idealnya RT dan tokoh masyarakat paham, mana warga yang dalam kesulitan. Tetapi tak mudah untuk hal itu. Sebab, tidak semua orang mau terbuka dirinya dalam masalah ekonomi.

Alasannya bagus, malu. Tetapi kalau dalam kondisi puncak dan kebutuhan mendesak sementara malu meminta bantuan kepada sesama, akhirnya mereka melompat pada tindakan yang berdampak memalukan.

Pada level ini maka solidaritas sangat penting. Meski begitu fakta ini harus jadi temuan dan pelajaran, semoga tidak terjadi pada masa-masa mendatang.

Pelajaran

Bagi kita yang jauh, ini adalah pelajaran. Bahwa merawat iman, bukan perkara ringan.

Namun lebih jauh, merawat iman sesama lebih-lebih tidak ringan.

Baca Lagi: Akal Bagaimana Idealnya Bekerja

Oleh karena itu Islam mendorong agar umat Islam yang kaya peduli kepada yang miskin.

Perintah Allah agar kita memberi mereka makan, tidak semata sedekah nasi bungkus.

Akan tetapi bisa bermakna cerdaskan, beri skill, sehingga bisa bekerja dan menghasilkan pendapatan, lalu bisa mandiri mendapatkan makanan.

AP itu usia 13 tahun, artinya baru lulus SD. Idealnya dia sekolah, tetapi mengapa sampai harus berpikir dan berusaha mencari pekerjaan?

Dalam level pemerintah, lokal hingga nasional, ini adalah satu bukti bahwa upaya mencerdaskan anak bangsa harus menjadi arus utama.

Jika generasi muda kita terjerat kemiskinan, lalu tenggelam dalam kebodohan, apalagi sampai pada kebodohan level iman, maka sungguh masa depan negara bisa sangat suram.

Dan, yang lebih tajam harus kita perhatikan, itu berarti amanah konstitusi belum benar-benar berhasil kita tegakkan.

Semoga Allah selamatkan seluruh anak Indonesia dari kebodohan dan kemiskinan, terutama miskin iman.*

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment