Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) mengutarakan bahwa AHY memiliki kapasitas kepemimpinan. Konkretnya Agus Harimurti Yudhoyono mampu jadi calon wakil presiden (Cawapres).
Akan tetapi kita tidak akan membahas politik jelang pilpres. Prinsipnya menguasai kapasitas kepemimpinan penting bagi setiap insan.
Baca Juga: Jadi Pemimpin itu Butuh Kesiapan
Sejak 14 abad silam, Alquran telah memberikan panduan bahwa setiap insan harusnya memiliki kapasitas kepemimpinan (Baca QS. An-Nahl: 119).
Indikatornya jelas dan tidak banyak. Pertama, akhiri kebodohan (kejahiliyahan) yang suka melakukan apapun tanpa pertimbangan ilmu.
Kedua, mengubah cara berpikir, menjadi insan yang aktif melakukan penyadaran diri dengan taubat.
Ketiga, memperbaiki perilaku dengan hanya fokus melakukan kebaikan dan perbaikan, minimal bagi dirinya. Kata Gus Baha setidaknya kita tidak melakukan pelanggaran alias maksiat.
Aksi
Mengindahkan hal tersebut maka tidak keliru apa yang jadi pendapat dari Donald McGannon dalam buku “Leader 360° karya John C Maxwell yang menegaskan bahwa kepemimpinan itu aksi bukan posisi.
Aksi apalagi kalau bukan aksi perbaikan dan memperbaiki. Namun untuk level tertentu, katakanlah presiden atau wakil presiden maka jejak rekam penting. Tidak boleh baru niat, apalagi sebatas pandai merangkai kata dalam bentuk janji.
Sebab kata orang, sapu yang kotor tidak mungkin membersihkan lantai yang tercemar.
Kemudian coba cermati kehidupan para Nabi dan Rasul. Mereka menjadi pemimpin bukan karena menjabat kedudukan strategis dalam strata sosial masyarakatnya.
Akan tetapi mereka tampil sebagai pemimpin karena aksinya yang terus menghadirkan kebaikan, perbaikan dan senantiasa mengajak orang senang melakukan aktivitas membaguskan keadaan.
Nabi dan Rasul itu mengajak kebaikan mulai dari memperbaiki diri hingga memperbaiki lingkungan bahkan peradaban.
Teladan Sebagai Kekuatan Pengaruh
Selama ini kepemimpinan berkutat soal bagaimana seseorang mampu mempengaruhi orang lain dan mengarahkan pihak tertentu untuk mencapai tujuan.
Baca Lagi: Cara Berpikir Minimal Seorang Pemimpin
Namun sebenarnya kepemimpinan adalah kemampuan seseorang memahami dan melakukan kebaikan, sehingga orang lain percaya dan ikut melakukan kebaikan-kebaikan.
Faktanya simpel saja. Coba perhatikan ketika sekarang ada pemimpin negara berbicara, apakah semua akan percaya? Percaya saja tidak, bagaimana mungkin mengikuti. Mengapa, karena orang melihat ada ruang kosong dari sisi keteladanan.
Jadi, memiliki kapasitas kepemimpinan berarti seseorang sadar bahwa ia harus menghadirkan kebaikan sampai jadi karakter dan ia tampil dengan sisi keteladanan yang orang bisa ikuti.
Dengan demikian kalau pun orang jadi follower ia akan tetap bangga dan bahagia. Sebagamana kita adalah follower Nabi Muhammad SAW.*