Mas Imam Nawawi

- Artikel

Merumuskan Masa Depan

Perkara yang banyak orang perlu, tapi tak banyak yang menyadari adalah tentang bagaimana kita merumuskan masa depan. Tetapi seorang kolega kemarin bercerita kepada saya bahwa telah berlangsung acara dengan judul “Back to the Future.” Setelah saya telusuri itu ternyata juga judul sebuah film fiksi. Masa depan tentu saja esok. Kita harus siap menghadapi esok dengan […]

Masa depan tentu saja esok. Kita harus siap menghadapi esok dengan kesiapan yang memadai. Langkah ini penting agar kita tidak menjadi korban kemajuan

Perkara yang banyak orang perlu, tapi tak banyak yang menyadari adalah tentang bagaimana kita merumuskan masa depan.

Tetapi seorang kolega kemarin bercerita kepada saya bahwa telah berlangsung acara dengan judul “Back to the Future.” Setelah saya telusuri itu ternyata juga judul sebuah film fiksi.

Masa depan tentu saja esok. Kita harus siap menghadapi esok dengan kesiapan yang memadai. Langkah ini penting agar kita tidak menjadi korban kemajuan.

Seorang teman berkata, “Dunia ini selalu berubah, jika kita tidak siap, maka kita yang akan dilindas perjalanan waktu”.

Kalau selama ini kita kenal istilah “Tiba masa tiba akal” kita harus mengubahnya menjadi “Akal tiba sebelum masanya.”

Artinya kita susah siap sebelum segala hal yang akan terjadi pada masa depan benar-benar menjadi kenyataan.

2045

Kalau ada yang bertanya apa mungkin akal kita tiba sebelum masanya? Sangat! Itu jawaban singkatnya.

Soal 2045, sebagian orang membicarakan ini. Nanti begitu tiba 2045 orang yang akan survive yang benar-benar siap.

Penjelasannya sederhana, karen orang-orang itu telah lama berdiskusi bahkan melangkah maju menyiapkan segala hal untuk bertemu dengan tahun 2045.

Telah ada yang menghitung bahwa pada 2045, penduduk Indonesia berjumlah 318 juta jiwa. Dari total itu 65% usia produktif dan berada dalam kelompok berpendapatan menengah (70%).

Pada masa tepat 1 abad Indonesia merdeka itu, negeri ini punya sumber daya besar untuk menggerakkan ekonomi melalui konsumsi, tabungan di pasar keuangan, termasuk potensi basis penerimaan perpaakan yang semakin luas.

Semua itu memungkinkan Indonesia melangkah sebagai negara maju. Dengan modal sumber daya seperti itu, harusnya Indonesia mampu. Tetapi perlu kita catat, semua itu tidak otomatis rakyat Indonesia yang akan lebih baik kondisinya.

Baca Juga: Menghadapi Masa Depan, Bagaimana Caranya?

Syarat untuk terus menjadi pekerja keras, tekun, ulet dan kreatif, tidak bisa kita tinggalkan dan tanggalkan.

Ironi

Sekarang apa istilah yang tepat untuk kondisi Indonesia sekarang? Negara kaya sumber daya alam, penduduknya miskin masih besar. Bahkan angka ekonomi kelas menengah tergerus.

Ini bisa kita ambil istilah “masa tiba bahagia belum sampai.” Mengapa?

Mungkin bangsa ini terlalu santai dalam berpikir. Tidak tulus menjadi pemimpin. Dan, benar-benar hanya berpikir diri sendiri, paling luas ya keluarga dan koleganya saja.

Mengakui hari ini sebagai ironi usai lebih dari setengah abad merdeka adalah poin untuk merumuskan masa depan lebih baik.

Kita harus berupaya melihat masa lalu, hari ini dan masa depan dengan basis data serta pengetahuan yang tersaji. Kita tidak bisa melihat dunia hanya mengandalkan perasaan, asumsi bahkan pengalaman subyektif.

Semua itu syarat agar setiap jiwa, terutama pemimpin mampu memberikan yang berpengaruh, punya keteladanan dan hidup dalam hati seluruh bawahannya.

Layaknya Bung Karno, dengan orasi dan pidatonya, ia meyakinkan seluruh rakyat Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka.

Lebih jauh merancang masa depan, benar-benar bisa kita sebut siap, jika seorang pemimpin mampu mendrive inovasi, berpikir jangka panjang, menciptakan sesuatu yang relevan, kultur tim yang bangkit dan mampu mendongkrak motivasi semua bawahan untuk optimis, bahkan tiba akal sebelum masa.*

Mas Imam Nawawi

 

 

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *