“Siapa mengenal dirinya maka dia mengenal siapa Tuhan-nya.” Ternyata ini sebuah ungkapan yang meminta kita mereview cara berpikir diri sendiri.
Orang yang tidak kenal siapa dirinya, utamanya sebagai hamba dan khalifah Allah, maka ia pasti akan memandang hidup ini sebatas kehidupan dunia.
Baca Juga: Api dalam Puisi Muhammad Iqbal
Konsekuensi dari cara berpikir seperti itu, maka segala kenikmatan dunia harus diraih, bagaimana pun caranya.
Dan, di dalam kehidupan ini, bukan sekedar ada orang, sebuah peradaban pun ada yang menerapkan cara berpikir demikian, yakni peradaban Barat.
Peradaban Barat adalah peradaban yang menjadikan sumber kebenaran dalam hidup hanyalah aspek materi, pragmatisme dan filsafat sekuler.
Uraian Adian Husaini
Dalam artikelnya “Akar Masalah Kita dalam Perspektif Peradaban” Dr Adian Husaini memberikan uraian jelas bahwa peradaban Barat modern dengan nilai-nilai dasarnya yang sekuler dan liberal serta anti agama sangatlah tidak menguntungkan bagi umat Islam.
Semua itu kata Adian Husaini, “(Peradaban Barat modern) telah membawa dampak buruk terhadap umat manusia. Peradaban ini mengajarkan manusia untuk tidak memiliki keyakinan terhadap agamanya masing-masing.”
Umat Islam harus mampu mengenali masalah ini dengan jernih, sehingga cara berpikirnya tidak tersekulerkan, terliberalkan atau lebih total, ter-Barat-kan.
Adian pun mengutip ungkapan seorang tokoh Yahudi yang masuk Islam, Muhammad Asad (Leopold Weiss) bahwa tidak seharusnya umat Islam memiliki kecenderungan untuk meniru pola hidup Barat.
Hal itu karena Asad memandang bahwa peradaban Barat adalah peradaban yang materialistis dan anti agama. “Peradaban Barat tidak mengenal pertimbangan akhirat.”
Adian Husaini pun memberikan kesimpulan bahwa peradaban barat adalah peradaban yang senang untuk menundukkan agama dalam perspektif materialisme dan relativisme.
“Bagi mereka tidak ada nilai dan kebenaran yang tetap. Semua nilai harus tunduk pada dinamika sejarah dan budaya. Apa yang baik untuk suatu tempat, belum tentu untuk tempat lain. Karena itulah, Barat tidak memiliki standar nilai kebenaran yang tetap.”
Mengenal Insan
Berdasarkan hal itu, maka penting kita kembali melihat siapa sebenarnya diri kita sebagai manusia (insan).
“Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.” (QS. Al-Insan [76]: 1-2).
Islam memberikan kabar kepada kita bahwa manusia itu asalnya tidak ada, termasuklah diri kita ini, yang hidup sekarang dengan beragam status yang melekat pada diri.
Kemudian Allah hadirkan setelah melalui proses penciptaan melalui proses pencampuran setetes mani dengan ovum, kemudian Allah anugerahkan penglihatan dan pendengaran.
Jadi, manusia (insan) bukanlah siapa-siapa. Di balik kemampuannya ada kehendak-Nya. Di balik segala raihannya ada yang mengizinkan itu semua terjadi, yakni Allah Ta’ala.
Ketika manusia terlalu tunduk pada akal (rasionalisme) maka dia akan mudah frustasi dan depresi di dalam kehidupan ini. Lihatlah bagaimana sebagian masyarakat di Barat yang katanya cerdas dan maju ternyata amat mudah memilih jalan mengakhiri hidup dengan bunuh diri.
Lihat pula bagaimana sekarang masyarakat Barat termasuk Jepang mengalami kekurangan generasi yang kalau tidak diatasi maka mereka akan punah dengan sendirinya sebagai akibat dari penerapan cara berpikir hidup bebas.
Mau kawin tidak mau menikah apalagi berkeluarga. Akhirnya orang tidak mau memiliki keturunan. Lambat laun mereka sadar, bahwa cara hidup seperti itu buruk dan mengancam eksistensi mereka.
Meminjam ungkapan seorang budayawan, umat Islam di Indonesia mungkin tidak hidup seperti orang di Barat. Tetapi tidak ada beban hidup yang menjadikan mereka putus asa di dalam kehidupan ini. Tidak punya uang, tetapi memilih menikah. Tidak punya pekerjaan tapi siap tanggungjawab dengan kelahiran anak.
Jadi, dalam hidup ini, kita harus menyadari bahwa ada Allah di balik semua kejadian. Jangan semua hal dipandang sebatas rasio dan teori empiris.
Baca Juga: Siapa Membaca Dia Menguasai
Sebab, sebelum kita ada di dunia ini, ada banyak kaum yang hebat teknologinya. Tetapi begitu mereka menolak kebenaran Tuhan, seketika mereka dimusnahkan oleh-Nya dengan siksa yang amat mengerikan.
Dan, mari simak kehidupan dunia ini dengan sederhana, bukankah ketika manusia bebas makan dan minum, yang panas dan dingin, pada akhirnya mereka ditimpa penyakit dan disusul oleh kematian?
Setelah itu, ketika mereka hidup dengan tanpa iman dan tanpa akhlak, maka sejarah mencatat keburukan perilaku mereka. Dan, kelak di hadapan Allah, semua harus mempertanggungjawabkan setiap cara berpikir yang telah mendorongnya bertindak destruktif.*