Home Opini Merawat Idealisme, Menjaga Kekuatan Jama’ah
Idealisme

Merawat Idealisme, Menjaga Kekuatan Jama’ah

by Imam Nawawi

Sabtu, 12 April 2025. Saya mengikuti Pembukaan Silaturahmi Syawal yang berlangsung di Masjid Ar-Riyadh, kompleks Pesantren Hidayatullah Balikpapan. Sekalipun menyaksikan secara online saya merasakan getaran idealisme secara nyata.

Terutama saat Ust. Hamzah Akbar, Ketua Yayasan Pesantren Hidayatullah Balikpapan, berbicara tentang perjalanan panjang Hidayatullah. Beliau menyebut setidaknya dalam dua dekade terakhir.

Dalam tutur katanya yang santun, namun penuh ketegasan, beliau mengingatkan bahwa ada banyak hal yang mesti terus dirawat agar idealisme ini tetap hidup.

Merawat Idealisme dalam Perjalanan Panjang

“Perjalanan panjang 20 tahun tentu saja bukan waktu singkat,” ungkap Ust. Hamzah dengan nada penuh refleksi.

“Kita perlu merawat idealisme ini, sebab inilah yang terus menjadi penguat buat kita. Inilah penyemangat.”

Idealisme adalah napas gerakan. Tanpa aktivitas yang terus-menerus dilakukan untuk menjaga idealisme, kita akan mengalami kelesuan (futur). Bahkan, ancaman lebih besar bisa datang: hilangnya orientasi. Bagi seorang kader, ini adalah bahaya serius. Sebagaimana sebuah pohon yang membutuhkan air untuk tumbuh subur, idealisme juga memerlukan perhatian dan upaya nyata agar tidak layu.

Ust. Hamzah melanjutkan, “Kultur dan interaksi mungkin tampak sederhana, tapi jika ini hilang, maka itu akan menjadi sebab awal terjadinya disorientasi.”

Fakta hari ini menunjukkan bahwa banyak gerakan yang awalnya komitmen membangun kebersamaan, kini mulai kehilangan rohnya. Ada dualisme, ada inkonsistensi, dan fenomena-fenomena lain yang membuat tujuan besar semakin jauh dari genggaman.

Istiqomah: Tantangan Terberat

Hal paling berat ke depan adalah istiqomah—konsisten. Mencapai tujuan-tujuan besar bukanlah pekerjaan mudah. Banyak yang memulai dengan semangat tinggi, namun tak semua mampu bertahan hingga garis akhir.

“Faktanya, ada fenomena seperti itu (inkonsistensi) secara kasuistik. Kita berlindung kepada Allah dari inkonsistensi,” ujar Ust. Hamzah dengan nada khidmat.

Hidayatullah, yang telah eksis di berbagai penjuru negeri, memiliki satu modal besar yang harus terus dikuatkan: kekuatan jama’ah.

“Sistem kepemimpinan adalah inti dari kekuatan ini,” tegasnya.

Gunung Tembak, sebagai salah satu pusat pengembangan kader, harus terus dioptimalkan untuk penugasan kader. Kultur dan sistem yang telah terbangun selama ini adalah alasan utama mengapa Hidayatullah bisa eksis dan meluas. Hal-hal seperti ini tidak boleh hilang.

Mengintegrasikan Analisis dan Kekuatan Jama’ah

Dalam era informasi seperti sekarang, semakin banyak orang yang pandai, literasinya luas, dan analisisnya cemerlang. Namun, jika tidak dikuatkan oleh kultur jama’ah, hasil analisis tersebut hanya akan menjadi ide-ide individual yang tidak lagi melingkupi kekuatan kolektif.

“Kita tidak bisa eksis dengan hanya satu pendekatan,” pesan Ust. Hamzah.

“Apalagi sekadar pendekatan analisis. Butuh keseluruhan, terutama sistem kepemimpinan.”

Jika kultur dan sistem kepemimpinan ini terus dirawat, maka ini akan menjadi warisan berharga bagi generasi berikutnya. Ini adalah modal kita untuk memberi penguatan seiring dengan perkembangan zaman. Kekuatan jama’ah adalah pelipur lara di tengah badai perubahan.

Rawat, Jagalah, dan Teruskan

Refleksi ini adalah panggilan bagi kita semua—baik individu maupun kolektif—untuk terus merawat idealisme, menjaga kultur, dan memperkuat sistem kepemimpinan.

Jangan biarkan kelesuan atau disorientasi merasuki hati dan pikiran kita. Ingatlah, perjalanan panjang ini tidak hanya tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang bagaimana kita melibatkan diri dalam proses yang penuh makna.

Saya pun teringat akan gubahan puitis yang menyala dari M. Iqbal dari Pakistan. “Bungkus dirimu dalam api. “Jadilah seorang Ibrahim. Jangan tunduk kepada apapun, kecuali kebenaran. Niscaya engkau akan jadi seekor singa jantan”.

Jadi, untuk para kader dan anggota jama’ah, mari kita tanamkan dalam hati bahwa istiqomah adalah kunci utama.

Konsistensi bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang komitmen spiritual dan emosional. Mari kita jaga kebersamaan, karena dalam kebersamaan itulah kekuatan kita.

Terimakasih Ust. Hamzah Akbar atas refleksinya untuk kami semua. Semoga refleksi ini menjadi penguatan intelektual, emosional, dan spiritual bagi kita semua dalam berjama’ah. Seperti pepatah lama mengatakan: “Ketika kita merawat idealisme, idealismelah yang akan merawat masa depan kita.”

Mas Imam Nawawi

Related Posts

Leave a Comment